Dedi Mulyadi: Rumah Aja Gak Punya, Bayar Perpisahan

kdm
Dialog Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan remaja AC soal perpisahan dan wisuda sekolah | Foto: Tangkapan layar Youtube KDM Channel.

KBMTV.ID | Sindiran menohok soal biaya perpisahan dan wisuda sekolah terungkap dalam debat di channel youtube Kang Dedi Mulyadi (KDM) channel, Minggu, 27 April 2025.

Gubernur Jawa Barat menyindir saat eorang remaja berinisial AC, warga Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menyampaikan kritikannya secara langsung kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi terkait ingin diadakan wisuda perpisahan untuk sekolah.

Kritikan tersebut disampaikan ke Dedi Mulyadi saat AC dan ibunya hadir dalam pertemuan dengan warga Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi yang rumahnya di bantaran kali digusur.

Remaja berinisial AC itu mengemukakan alasannya mengkritik kebijakan Gubernur terkait penghapusan wisuda di sekolah.

Remaja AC yang baru lulus SMA itu bependapat agar perpisahan tetap diizinkan, namun biayanya diminimalisir.

“Kalau misalnya sekolah tanpa wisuda kan semua orang gak mampu banyak rakyat miskin gak punya rumah, lebih tepatnya bukan wisuda pak, kalau misalnya bisa wisuda itu tuh pengeluarannya lebih sedikit, dibikin proyek, dibikin tetep ada wisuda,” ucap AC kepada Dedi Mulyadi,  dikutip dari kanal Youtube-nya, Kang Dedi Mulyadi Channel, Minggu (27/4/2025).

Dedi Mulyadi kemudian mempertanyakan keberadaan wisuda di jenjang pendidikan yang lebih rendah.

“Di negara mana yang TK ada wisuda, SMP ada wisuda, SMA ada wisuda di negara mana tuh? Hanya di Indonesia,” ucap Dedi Mulyadi.

Dedi menjelaskan, wisuda seharusnya digelar untuk mereka yang menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Selain itu, menurut Dedi biaya wisuda tersebut menjadi beban orang tua siswa.

“Wisuda untuk siapa coba? Yang kuliah, di kita anak TK wisuda biaya gak? (Ada) biaya. Punya rumah enggak yang ikut wisuda TK itu? Enggak. Pake bantaran sungai ya, kan?” ucap Dedi lagi.

Kendati sudah dijelaskan oleh Dedi, AC tetap bertahan pada pendapatnya.

“Lebih tepatnya bukan gitu sih pak, biar adil nih ya pak semua murid biar bisa ngerasain perpisahan,” katanya.

“Duit perpisahan dari siapa ?” tanya Dedi Mulyadi.

“Terus kalau tanpa perpisahan terus sekolah jadi bubar ?” tanyanya lagi.

“Gak, kan ada juga lulusan cuma sampai SD, SMP atau SMA,” kata remaja itu.

Dedi pun menjelaskan, momen kenangan sejatinya bukan hanya pada saat acara perpisahan sekolah saja.

“Kenangan indah saat proses belajar 3 tahun,” terang Dedi.

Namun, remaja tersebut tetap bersikeras bahwa perpisahan adalah momen penting lantaran mereka belum tentu saling berinteraksi setelah lulus.

“Gak juga sih pak, saya ngerasa saya ngerasa kan sudah lulus, kalau gak ada perpisahan kita tuh gak bisa kumpul bareng atau ngerasain gimana-gimana kumpul interaktif sama teman-teman,” timpal remaja itu lagi.

Dedi pun memberikan gambaran bahwa apa pun bentuk acaranya akan tetap bayar dan mengeluarkan uang yang berujung menjadi beban orang tua, termasuk keluarga yang ekonominya kurang mampu.

“Rumah aja gak punya, bayar perpisahan. Gimana speak upnya. saya kritik ya, Harusnya speak upnya begini, gubernur membebani rakyat sekolah harus bayar iuran, saya senang,” jelas Dedi.

“Kritik gubernur karena membiarkan banjir, saya seneng. Ini kritik gubernur karena larang perpisahan, kok ngeri. Akhirnya dibully, karena logikanya gak tepat,” terang Dedi.

“Jadi gubernur berusaha untuk menurunkan beban pembayaran orang tua karena sekolah sudah dibikin gratis, maka orang tua tidak boleh lagi ada pengeluaran untuk sekolah, bila perlu sekolah jalan kaki, sekolah naik sepeda pulang jualan agar anak sekolah Jawa Barat hebat,” lanjut Dedi.

Dedi pun akhirnya menyarankan agar remaja tersebut mengadakan perpisahan secara mandiri tanpa melibatkan sekolah.

“Ya sudah, perpisahan sendiri saja. Enggak bawa sekolah. Kumpul-kumpul bersama teman-teman, bikin perpisahan sendiri sok saja, tapi jangan melibatkan sekolah,” tuturnya.

Dedi mengingatkan, jika menyelenggarakan secara mandiri lalu terjadi sesuatu, maka orang itu harus tanggung jawab.

“Kamu aja bikin, menjadi ketua panitia acara perpisahan nggak akan melibatkan sekolah. Kalau besok busnya terbalik tanggung jawab sendiri, orang mabuk-mabukan tanggung jawab sendiri, ada tawuran, tidak bawa institusi.”

“Bagi saya biaya pendidikan harus murah tidak boleh ada beban bagi orang tua, jangan sampai BOS-nya dibayarin pemerintah tapi siswanya hura-hura,” imbuhDedi Mulyadi.[]

Berita Terkait

KBMTV

FREE
VIEW