KBMTV.ID – Menyusul Biro Analis Ekonomi melaporkan ekonomi AS pada kuartal kedua terkoreksi sebesar 0,9%, hal ini bertolak belakang dari ekspetasi pasar yang dalam polling Dow Jones memperkirakan pertumbuhan 0,3%.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka variatif pada perdagangan Kamis (28/7/2022). Dow Jones turun 127 poin (-0,4%) di pembukaan dan selang 1 jam kemudian menjadi 145,76 poin (-0,45%) ke 32.051,83 dan S&P 500 surut 22,32 poin (-0,55%) ke 4.001,29.
Sementara itu, Nasdaq terkoreksi 106,93 poin (-0,89%) ke 11.925,5.
Saham Meta Platforms tergelincir 5,9% di pra-pembukaan perdagangan setelah merilis kinerja keuangan yang mengecewakan.
Berbeda dengan saham Ford yang justru melesat lebih dari 5% setelah mengumumkan kinerja keuangan yang di atas ekspektasi dan menaikkan dividen.
Departemen perdagangan mengumumkan Kamis, (28/7) bahwa produk domestik bruto (PDB) – ukuran luas dari harga barang dan jasa – turun pada tingkat tahunan sebesar 0,9% pada kuartal kedua. Angka ini membuat jatuh pada tingkat tahunan sebesar 1,6% dalam tiga bulan pertama.
Melansir dari The Guardians, ekonom senior AS di Capital Economics Andrew Hunter, sebaliknya mengatakan ekonomi tidak berarti dalam krisis ekonomi.
“Penurunan tahunan 0,9% dalam PDB pada kuartal kedua mengecewakan, tetapi tidak berarti ekonomi berada dalam resesi,” kata Andrew Hunter.
“Detailnya menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi, dasarnya adalah melonjaknya inflasi membuat beban pada permintaan membebani permintaan. Kami memperkirakan hanya meredam rebound dalam pertumbuhan ekonomi selama paruh kedua tahun ini,” kata Hunter.
The Fed Berjuang Atasi Inflasi
Pada sisi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), melakukan kebijakan pengetatan moneter untuk meredam inflasi yang terus melonjak dan di satu sisi harus menjaga eknomi masuk ke jurang resesi.
Bank sentral AS menaikan suku bunga acuan AS sebsar 0,75 persen pada bulan ini. Kebijakan ini menjadi kenaikan beruntun dalam upaya mengatasi inflasi.
Investor kini bertaruh dengan langkah-langkah bank sentral untuk menjaga ekonomi dari bahaya resesi.
Namun di sisi lain harga-harga naik pada tingkat 9,1% selama tahun 2022 ini hingga Juni, kenaikan ini akibat melonjaknya biaya bahan bakar, makanan, dan tempat tinggal.
Sementara itu pandemi Covid masih menjadi sasaran biang kerok dari kekacauan pasokan global dan perang Ukraina yang mendorong kenaikan harga energi.
Prospek ekonomi yang membingungkan ini telah memicu aksi jual di pasar saham di seluruh dunia. Beberapa ekonom memprediksi resesi akan segera datang, melansir dari survei Financial Times bulan lalu, hampir 70% ekonom akademis memperkirakan ekonomi AS akan mengarah ke resesi tahun depan.
Sementara itu Ketua Fed Jerome Powell menampik AS akan memasuki jurang resesi.
Jerome Powel, pada hari Rabu (27/7) mengatakan bahwa dia tidak percaya AS sekarang dalam resesi. Namun dia mengatakan The Fed siap untuk terus menaikkan suku bunga untuk menurunkan harga, meski dia mengakui langkah ini akan memperlambat ekonomi dan mempengaruhi pasar kerja.
“Stabilitas hargalah yang membuat seluruh perekonomian bekerja,” kata Powell.[]