KBMTV.ID – Rusia bisa saja mengeluarkan senjata nuklir strategis termasuk nuklir demi mempertahankan wilayah Ukraina yang baru bergabung dengan negaranya sejak invasi Moskow berlangsung.
Mantan presiden Rusia, Dmitry Medvedev, mengatakan militer Rusia akan melindungi sekuat tenaga semua wilayah baru yang baru bergabung Rusia dari Ukraina.
Teritorial Ukraina yang baru saja menjadi klaim Rusia merujuk pada empat wilayah di Ukraina, diantaranya Donetsk, Luhansk. Juga wilayah Kherson, Zaporizhzhia, serta bagian dari provinsi Mykolaiv.
“Rusia mengumumkan tak hanya kemampuan mobilisasi, tetapi juga setiap senjata Rusia, termasuk senjata nuklir strategis dan senjata berdasarkan prinsip-prinsip baru. Bisa menggunakan nuklir untuk perlindungan tersebut,” kata Medvedev pada Kamis (22/9), mengutip dari Al Jazeera.
Empat wilayah di Ukraina akan menggelar referendum hari yang akan selesai pada 27 September.
Pengambilan suara itu akan berlangsung di bawah pendudukan Rusia tanpa pengawasan dari pihak internasional. Ukraina dan sejumlah negara Barat mengecam tindakan ini.
“Rusia mengumumkan tak hanya kemampuan mobilisasi, tetapi juga setiap senjata Rusia. Termasuk senjata nuklir strategis dan senjata berdasarkan prinsip-prinsip baru, bisa digunakan untuk perlindungan tersebut,” kata Medvedev pada Kamis (22/9), seperti dikutip Al Jazeera.
BACA JUGA : Putin Mobilisasi Besar-besaran Rakyat Rusia, Bersiap Perang Nuklir Lawan Barat
Beberapa pengamat menilai sikap Rusia yang menggelar referendum pada daerah-daerah yang sudah menjadi kekuasaan Rusia, merupakan bentuk kekhawatiran situasi perang saat ini.
Jika wilayah-wilayah ini resmi bergabung dengan Rusia, maka daerah itu semua otomatis berada di payung senjata nuklir Rusia.
Alasan perlindungan teritorial wilayah Rusia ini lah yang menjadi dalih, untuk mengancam penggunaan senjata nuklir dalam mempertahankan wilayah-wilayah tersebut.
“Untuk menjamin ‘kemenangan’, Putin siap menggelar referendum. Hal itu Rusia segera mendapat hak menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah Rusia,” ujar pengamat politik, Tatiana Stanovaya, seperti dikutip The Guardian, awal pekan lalu.
Sikap Barat
Barat terus bersikap ambigu dalam merespons kemungkinan Putin mengerahkan senjata nuklir. Di sisi lain, pilihan mereka juga sulit.
Amerika Serikat dan NATO tak ingin terlihat lemah dalam merespons ancaman nuklir. Namun, mereka juga ingin menghindari kemungkinan perang Ukraina semakin meluas dan berujung pada perang nuklir global.
Sejumlah pengamat menilai Barat tak memiliki opsi lain kecuali merespons ancaman nuklir tersebut. Namun, respons ini serangan nuklir tidak bisa Amerika Serikat yang memutuskan, hanya NATO yang bisa mengambil keputusan.
Sementara itu, pengamat dari Atlantic Council Matthew Kroenig mengungkapkan bahwa AS telah menempatkan sekitar 100 senjata nuklir taktis mereka di negara-negara anggota NATO. Ini membuat AS mampu merespons serangan pasukan Rusia.
Ini menjadi tanda kepada Moskow atas betapa bahayanya aksi mereka jika memutuskan penggunaan serangan nuklir.
Meski begitu, Kroenig menilai “itu dapat memprovokasi terjadinya pembalasan nuklir dari Rusia. Saling serang nuklir yang lebih besar dan bencana kemanusiaan yang lebih luas.”[]