KBMTV.ID | Viral di media sosial beredar laporan keuangan dana hibah dari orang tua / wali murid SMPN 26 di Kabupate Purworejo Jawa Tengah tahun 2022/2023 melakukan pungutan kepada siswa.
Lembar laporan yang beredar melalui pesan Whats App ini ditandatangani oleh ketua (inisial S) dan sekretaris (inisial TS) paguyuban orang tua serta diketahui oleh Kepala Sekolah berinisial NR lengkap dengan stempel sekolah.
Dalam lembar laporan keuangan yang viral itu terdapat rincian yang harus dibayar oleh orang tua siswa dalam satu tahun, kelas 7 per anak Rp775.000. Kelas 8 dipungut Rp765.000 dan kelas 9 Rp1.112.000.
“Ini ada keluhan dari anak sekolah, total tarikannya Rp1.116.000 per tahun, lainnya enggak ada tarikan, di lain sekolahan,” demikian keterangan yang menyertai laporan keuangan yang viral tersebut.
Penggalangan Dana
Melansir dari koranbernas.com, Kepala Bidang (Kabid) SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Purworejo Jawa Tengah, Paryono, mengatakan peristiwa itu terjadi bulan lalu dan pihaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap kepala sekolah tersebut, menyusul adanya pengaduan dari masyarakat.
“Kami telah melakukan pemanggilan terhadap kepala sekolah pada 22 September 2023 untuk memberikan penjelasan. Kepala sekolah sudah menjelaskan alasan pungutan kepada orang tua atau wali siswa itu untuk program sekolah,” kata Paryono, Selasa (3/10/2023), di kantornya.
Paryono menjelaskan, berdasarkan pedoman Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah disebutkan Komite Sekolah memang dapat menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat.
Penggalangan dana itu bisa dari perseorangan, organisasi, dunia usaha atau dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.
“Kepala Sekolah bertugas membuat program, orang tua merespons semampunya. Sumbangan seikhlasnya. Tidak dibenarkan kalau pihak sekolah menentukan besaran jumlah sumbangan dari orang tua atau wali siswa. Bagi yang tidak mampu, tidak membayar juga tidak apa-apa,” jelasnya.
Paryono menambahkan berdasarkan keterangan kepala sekolah yang bersangkutan, penarikan dana dari orang tua siswa sudah disepakati secara bersama-sama oleh orang tua siswa saat rapat pada kegiatan parenting . Dana itu juga bersifat sukarela dan tidak bersifat mengikat. “Bagi yang tidak mampu tidak membayar tidak apa-apa,” katanya lagi.
Prinsipnya, lanjut Paryono, salah satu poin larangan penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yaitu pemeliharaan prasarana pendidikan dengan kategori sedang dan berat. Sedangkan besaran dana BOS untuk sekolah itu sebesar Rp 1,1 juta per siswa.
“Untuk pemeliharaan prasarana pendidikan ringan misalnya pengecatan bisa menggunakan dana BOS,” kata dia.
Namun Paryono enggan menanggapi untuk menjawab pertanyaan sebagaimana yang beredar di sosmed bahwa di sekolah yang memiliki 577 murid itu ada pekerjaan pengecatan sekolah dan pemasangan pintu kamar mandi/wc.
Saat awak media mendatangi sekolah itu untuk melakukan konfirmasi, kepala sekolah sedang ada tugas di luar, guru-guru lainnya tidak bisa memberikan keterangan karena di luar kewenangannya. []