KBMTV ID

Guru Berburu Sertifikat, Kemendikbudristek Bilang Begini

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani | IG Nunuk Suryani

KBMTV.ID | Mulai Januari 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerapkan sistem pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah yang lebih praktis, relevan, dan berdampak nyata. Pengelolaan ini dilakukan melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang terintegrasi dengan e-Kinerja yang dikelola oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Untuk memenuhi poin minimal dari jumlah yang sudah di isi rencana kinerjanya, membuat para guru memburu pelatihan untuk mendapatkan sertifikat.

Dalam acara Ngobrol Pintar Bareng Bu Nunuk bertema ”Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah Melalui PMM”, Jumat (19/1/2024), Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan, peningkatan kompetensi guru dan kepala sekolah telah difasilitasi dan diberi ruang lewat PMM dengan memanfaatkan teknologi digital.

Sistem pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara, Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, serta Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 7607/B.B1/HK.03/2023 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah.

“Untuk hal di atas maka berpatokan pada Peraturan DirekturJendral Guru dan Tenaga Kependidikan (Perdirjen GTK) nomer 7608/B.B1/HK.03/2023 dalam hal penyusun Sasaran Kerja Pegawai (SKP) di  Platform Merdeka Mengajar (PMM). Perdirjen ini, menjadi patokannya,” katanya.

Kemudian  menurutnya, Perdirjen GTK 7608 Tentang Petunjuk Teknis yang mengatur pengolahan kinerja guru dan kepala sekolah

Di dalam pasal 6 Perdirjen GTK yaitu: Guru dan Kepala sekolah pada penilaian kinerja mengacu pada praktik kerja dan perilaku kerja.

”Peningkatan kompetensi ini harus berdampak pada praktik pembelajaran di ruang kelas. Harus ada perubahan pembelajaran yang lebih baik untuk siswa. Jadi, bukan lagi sibuk mengejar sebanyak-banyaknya jumlah sertifikat,” kata Nunuk.

Tidak Menambah Beban

Nunuk memastikan sistem pengelolaan kinerja di PMM tidak akan menambah beban guru. Sebaliknya, fitur ini justru akan memudahkan guru untuk mendorong peningkatan kinerja yang relevan dalam mendukung kualitas pembelajaran di satuan pendidikan.

”Dengan adanya fitur pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah di PMM, guru dan kepala sekolah hanya perlu berfokus pada satu indikator berdasarkan capaian Rapor Pendidikan di satuan pendidikannya,” ucapnya.

Guru dan kepala sekolah dapat melakukan tiga tahapan pengelolaan kinerja mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian yang berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan.

”Untuk menjalankan fitur ini, sebagaimana lumrahnya sebuah sistem baru, para guru memang perlu sedikit waktu untuk memahaminya sampai jadi terbiasa,” kata Nunuk.

Ia pun menjelaskan, setiap guru mendapatkan pengakuan atas kinerja-kinerja mereka yang menunjang transformasi pembelajaran. Dengan begitu, upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik menjadi lebih maksimal.

Guru dan kepala sekolah berstatus aparatur sipil negara di bawah naungan pemerintah daerah dapat melaksanakan perencanaan kinerja melalui PMM pada 1-31 Januari 2024, kemudian akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya, yaitu pelaksanaan.

“Sebelum itu, guru-guru masih memiliki waktu untuk memahami langkah pengelolaan kinerja dan mendiskusikan rencana kinerja bersama kepala sekolah,” jelas Nunuk.

Jadi bisa disimpulkan bahwa penilaian utama dalam E-Kinerja ini adalah praktik kerja dan perilaku kerja.

Nunuk menguraikan, fokus utamanya tetap pada observasi kelas. Yaitu pembelajaran di dalam kelas yang diobservasi kepala sekolah.

Lalu fokus selanjutnya adalah perilaku kerja, yaitu berakhlak, berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif.

Adapun RHK yang membuat para guru belakangan ini berburu sertifikat, hanya sebagian kecil dari indikator penilaian kinerja guru dan kepala sekolah.

Rencana hasil kerja (RHK) merupakan output dan outcome dari pelaksanaan tugas yang akan dihasilkan Guru dan Kepala Sekolah.

RHK meliputi meningkatnya praktik pembelajaran melalui observasi kinerja dalam menjalankan tugas Guru yang disepakati bersama Kepala Sekolah.

Kedua, meningkatnya kinerja satuan pendidikan dan/atau peningkatan karier Guru melalui pengembangan kompetensi yang disepakati bersama Kepala Sekolah.

Berburu Sertifikat

Sementara itu mengutip dari Waspada.ID, Kamis (18/1/2024) Pengamat Pendidikan Sumut Ali Nurdin MA, menyebutkan kebijakan Mendikbud RI, Nadiem Makarim sangat memberatkan guru. Pasalnya, menurut dia terkait pencairan dana sertifikasi guru yang wajib melampirkan 1 sertifikat pelatihan 20 JP tahun 2024 ini.

“Bukan hanya bikin ribet tapi membuat guru makin stres. Sejak Mendikbud Nadiem Makarim membuat berbagai kebijakan dan regulasi tentang pendidikan termasuk pembinaan dan peningkatan mutu pembelajaran & guru, membuat para guru makin stres karena terbebani dengan berbagai macam tuntutan Administrasi,” kata Ali Nurdin.

Kata dia,  Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), Platform Merdeka Mengajar (PMM), Program Calon Guru Penggerak (CGP), Sekolah Penggerak, Pengembangan Proyek Profil Pelajar Pancasila (P5), Pengelolaan BOS yang mengharuskan kepsek  mengikuti Program belanja di SIPLAH (Sistem Pembelanjaan Sekolah), Pendidikan Profesi Guru (PPG), Program PPPK yang carut marut, dan berbagai program yang mengatasnamakan untuk perbaikan dan peningkatan mutu guru tetapi justru sebaliknya menjadikan guru semakin terbebani.

“Apalagi ada program yang mewajibkan guru mendapatkan satu sertifikat untuk satu semester yang berpola minimal 20 JP untuk pencairan tunjangan profesi (sertifikasi),” ungkap Ali Nurdin.

Siswa Terlantar

Ali Nurdin memandang para guru kini  disibukkan dengan Diklat, seminar, workshop, webiner baik daring maupun luring, zoom, dan macam macam hanya mengejar sertifikat, bahkan rekayasa piagam, sertifikat.

Berbagai lembaga melakukan workshop dan pelatihan dan tidak sedikit juga yang berbayar apalagi guru disuatu sekolah menjadi guru pamong bagi mahasiswa yang lulus PPG atau guru yang PPG dalam jabatan, akhirnya siswa dan kelas terlantar karena gurunya sibuk dengan kegiatan kegiatan administrasi.

“Guru mau tidak mau terpaksa melakukan itu karena rasa takut kalau tunjangan profesinya tidak dicairkan. Jadi sekarang guru lebih banyak berkutat Katik pada kegiatan administrasi daripada kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebenarnya guru itu tenaga edukatif bukan tenaga administratif,” ujarnya.

Lanjut Ali Nurdin, saat ini tugas pokok dan tugas utamanya  mengajar dan mendidik hanya sambilan.

Pagi, siang, malam di depan laptop, tingkat stresnya sangat tinggi, beban mental dan tekanan psikologisnya luar biasa. Akhirnya program program yang dibuat mas menteri justru kontra produktif.

“Hampir semua program yang dibuat Mas Menteri itu tidak lepas dari proyek proyek di Kemendikbud, hasilnya tidak berkorelasi secara signifikan terhadap dunia pendidikan di Indonesia.

“Semoga bergantinya kepemimpinan Indonesia di tahun 2024 semua kebijakan Mendikbud ini harus dikaji ulang. Bahkan kalau boleh memberi nilai, program program pendidikan selama Nadiem Makarim bisa dikatakan gagal,” pungkasnya.

Guru diminta tidak sekadar mengumpulkan sertifikat pengembangan kompetensi sebagai bukti kinerja. Perubahan penilaian kinerja guru kini berorientasi pada praktik pembelajaran yang berkualitas di kelas dan sekolah.[]

 

Berita Terkait