KBMTV.ID | Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus mahasiswa magang ke Jerman lewat program Ferienjob, menimpa sekitar ribuan mahasiswa dari 33 perguruan tinggi.
Namun sesampai mereka di Jerman, malah dipekerjakan sebagai buruh kasar seperti kuli atau tukang angkat barang.
Menurut Polisi korbannya ada sekitar 1.047 mahasiswa yang dijanjikan program magang di Jerman, dan polisi kini tengah memburu para pelaku yang sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Kedua tersangka itu berinisial ER dan yany kini masih berada di Jerman. Keduanya telah menjadi buron sejak pekan lalu.
“Minggu kemarin kami sudah terbitkan DPO,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Selasa (2/4/2024).
Dia mengatakan tersangka ER dan AE tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik. Adapun mereka telah dipanggil pada Rabu (27/03/2024) lalu.
Kemudian Djuhandhani mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman perihal pemburuan dua tersangka.
“Selanjutnya kami berkoordinasi dengan Hubinter dan KBRI di Jerman,” imbuhnya.
Selain ER dan AE, para tersangka lainnya, SS, AJ, dan MJ. Mereka adalah orang-orang yang mengimingi hingga memberangkatkan para korban ke Jerman.
Ribuan mahasiswa tersebut dipekerjakan non prosedural, sehingga tereksploitasi. Para mahasiswa ini telah dipulangkan ke Indonesia pada Desember 2023.
Atas perbuatan para tersangka dijerat Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), dan Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta.
Kerja Paksa
Seorang korban, Ramayana yang diwawancara oleh DW.com, Kamis(28/02/2024), mengaku dipakasa bekerja sehari selama 11 jam dan harus pulang berjalan kaki le stasiun terdekat selama 1,5 jam.
“Kami bekerja selama sebelas jam. Pulangnya sekitar jam 20.00 malam. Taksi untuk pulang tidak disediakan oleh agen pemberi kerja. Stasiun terdekat jaraknya, kalau berjalan kaki itu satu setengah jam. Kami berjalan kaki dalam gelap dan di tengah hujan dan dingin, suhunya 4 derajat Celsius, dan saya sedang datang bulan pada hari itu. Kami kelelahan. Sampai di penginapan tengah malam,” tutur Ramayana Monica kepada DW.
Ia meminta maaf menghentikan wawancara sejenak untuk menyeka air matanya yang berlinang mengenang malam yang traumatis baginya itu.
Ramayana merupakan salah satu korban dari ribuan mahasiswa asal Indonesia yang berkedok ‘magang’ di Jerman periode Oktober-Desember 2023.
Selama di Jerman itu, ia mengaku terancam diusir dari tempat penginapannya karena agen penyalur kerja belum membayar ongkos penginapan.
Ia mengaku bersama dengan dua kawan perempuannya pernah harus menginap di satu kamar berisi enam tempat tidur yang dihuni para pria.
“Tanggal 23 (Desember), kami dipindahkan ke sebuah apartemen di Bremen. Apartemen tersebut ternyata disewa satu kamar yang harus kami huni bersama laki-laki asing,” keluhnya.
Ramayana juga bercerita ia sempat dipekerjakan untuk membantu renovasi apartemen di Bremen tanpa kontrak kerja.
Dari rekaman video yang ia kirimkan tampak Ramayana mengelupas pelapis dinding.
“Kami juga membantu untuk mencopot papan di lantai apartemen, membuang semua material dari lantai tiga ke lantai satu. Naik turun sambil membawa material tersebut yang cukup berbahaya karena tajam, kami tidak punya sarung tangan dan barang-barangnya juga berat,” imbuhnya.[]