KBMTV.ID | Nasib honorer kategori 2 (K2) sungguh mengenaskan, seorang guru terpaksa membuka jasa cucian baju (laundry) ke tetangganya.
Untuk mencukupi kebutuhannya itu, ia terpaksa menerima cucian dari tetanganya.
“Saya sambil laundry rumahan. Menerima cucian dari tetangga,” tuturnya.
Dia merupakan salah seorang guru muatan lokal di Gunungkidul yang enggan disebut namanya, datang mengadukan nasibnya ke DPRD Kabupaten Gunungkidul pada Kamis, (16/05/2024).
Dia mengaku dirinya telah mengabdikan diri sejak tahun 2004. Upah yang diterimanya sebagai guru honorer sekarang sebesar Rp 1,9 juta per bulan.
“Saya ngajarnya dulu di Semanu dari 2004 Juli. Sekarang gajinya Rp 1,9 juta,” jelas guru honorer tersbut, saat mendatangi kantor DPRD Kabupaten Gunungkidul, dikutip KBMTV dari detikJogja, Jumat (17/05/2024).
Dia menceritakan, awal menjadi guru honorer menerima upah sebesar Rp 250 ribu per bulan. Kemudian gajinya mulai naik pada tahun 2014 menjadi Rp 1,250 juta.
“Awal gaji ya Rp 250 ribu. Dapat honor itu Rp 1,250 juta di tahun 2014. Terus naik Rp 1,571 juta,” katanya.
Setiap harinya, guru honorer tersebut harus melaju dari rumahnya di Kretek, Bantul, menggunakan transportasi umum. Biaya pulang-pergi kerja menghabiskan uang sebesar Rp 20 ribu.
“Rumah di Kretek, Bantul. Nglaju setiap hari PP Rp 20 ribu naik bus. Turun di pinggir jalan,” katanya.
“Habis itu ke sekolah nebeng teman. Kalau tidak ada ya harus ngojek. Biaya Rp 8 ribu,” imbuhnya.
Sebagai guru honorer, ia menjelaskan gajinya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari bagi keluarganya yang memliki tiga anggota keluarga.
Nyambi Supir
Sementara itu, Trisno Warjono yang menjadi Koordinator Honorer Kategori 2 (K2) terpaksa menyambi pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Trisno mengatakan dirinya sudah menjadi pegawai honorer di SD Playen 1 sejak tahun 2005.
“Dari 2005 di SD Playen 1. Gaji sekarang itu Rp 1,9 juta,” ungkapnya.
Untuk mencukupi kekurangan kebutuhan sehari-hari keluarganya, Trisno harus menjadi sopir mobil pinjaman tetangga sejak 2005.
“(Gaji yang diterima) Dicukup-cukupkan. Sampingannya jadi sopir pribadi sudah dari tahun 2005,” ucapnya.
Trisno mengungkapkan sejak 2005 untuk diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), terkendala belum adanya formasi. Ia bekerja di bagian administrasi di sekolah.
“Kemudian untuk tenaga teknis itu belum ada formasi. Saya kan tenaga teknis dan diutamakan guru dari dulu,” jelasnya.
Sedangkan untuk formasi guru, ia terkendala karena ijazahnya yang masih SMA.
Untuk formasi guru, Trisno menerangkan kendalanya ada di ijazah yang masih setingkat SLTA. Pegawai honorer berprofesi sebagai guru yang tersisa terkendala hal tersebut untuk diangkat menjadi ASN.
“Kendala itu pendidikan. Untuk guru karena belum S1,” katanya.
Prioritas ASN
Para tenaga honorer pendidikan ini mengadu ke DPRD Gunungkidul pada Kamis, (16/05/2024). Mereka mendesak supaya diprioritaskan dalam perekrutan ASN tahun 2024.
“Intinya minta untuk K2 itu diprioritaskan dalam penerimaan ASN tahun 2024,” jelas Trisno kepada wartawan.
Trisno menjelaskan, pihaknya para Honorer K2 meminta pengangkatan tersebut sebab sudah lama menjadi guru honorer. Dia mengatakan ada 23 tenaga honorer K2 di bidang pendidikan di Gunungkidul yang belum diangkat menjadi ASN.
“Ada 23 yang dari pendidikan di Gunungkidul,” sebutnya.
Adapun lama rata-rata 23 pegawai honorer tersebut mengabdi lebih dari 19 tahun. 23 tenaga honorer itu terdiri dari 12 guru muatan lokal dan kelas, 8 penjaga sekolah, dan 3 di bidang administrasi.
Selain itu, rata-rata dari mereka disebutkan hampir menginjak masa pensiun.
“Rata-rata pengabdian lebih dari 19 tahun. Ini sudah memasuki masa kritis, memasuki masa pensiun. Ada yang tinggal dua tahun,” adunya kepada DPRD.[]