BAB 5
Klaim Palsu
Ketika jarum perak itu menancap, mulut anak kecil itu berbusa dan seluruh tubuhnya mengejang dengan wajah pucat seperti mayat.
Signal monitoring jantung melambat, tekanan darah menurun, suara beep terdengar tidak konstan dan terus melambat menandakan kondisi anak itu dalam kondisi kritis antara hidup dan mati.
Kangdu Kun tercengang melihat kondisi anak tersebut, tampak kebingungan dan ia tidak berani lagi untuk menancapkan jarum perak yang ke empat.
“Ada apa? Ada apa dengan anakku?” Hendri tampak cemas demi melihat kondisi anaknya dalam keadaan kritis.
“Dokter, apa yang terjadi? Apakah kondisi ini sama seperti ketika anda menyembuhkan pasien sebelumnya?” tanya Hendri dengan penuh kebingungan.
“Pak… pak… saya… saya…”
Kangdu Kun merasakan kecemasan hebat, ia tidak mengerti dengan kondisi anak ini yang semakin parah. Padahal ia sudah mengingat dengan jelas dengan yang telah dipraktikkan oleh Yuda sebelumnya, namun ia bingung dengan cara yang ia tiru itu malah membuat kondisi pasien semakin parah.
“Bedebah…. Cepat sembuhkan anakku,” hardik Hendri.
“Apa yang kamu lakukan, cepat selamatkan anak itu!” timpal Yahya dengan keras.
Tentu saja Yahya Jatmiko lebih cemas lagi, karena jabatannya sebagai direktur rumah sakit akan menjadi orang pertama yang akan menjadi kambing hitam dan mendapat tuduhan sebagai orang yang terlibat dalam kegiatan malpraktik kedokteran.
Kangdu Kun tidak berdaya dan segera mencabut ketiga jarum perak yang menancap di tubuh anak itu, namun tetap saja kondisi anak itu tidak membaik.
“Kangdu Kun, Aku hanya punya anak laki-laki ini satu-satunya, jika terjadi sesuatu padanya, aku akan langsung membunuhmu!” ujar Hendri yang sudah memuncak emosinya.
Hendri melompat dengan cemas, “Kangdu Kun, aku hanya punya anak laki-laki seperti ini. Jika kamu benar-benar ingin melakukan sesuatu yang salah, aku akan segera membunuhmu.”
“Kangdu Kun, bukankah pasien sebelumnya baru saja kamu yang sudah sembuhkan? Kenapa kamu tidak bisa menyembuhkannya sekarang?” hardik Yahya.
“Saya……”
Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Kangdu Kun, ia tak mampu mengucapkan satu kata pun menghadapi keadaan rumit ini.
Yahya merasakan ada yang tidak beres, ia pun menoleh kepada seorang perawat di sebelahnya.
“Jelaskan, ada apa ini?”
Rani nama perawat itu yang sedari awal menangani pasien di UGD pun menjawab dengan terbata-bata.
“Sebenarnya bukan dokter Kangdu Kun yang menyembuhkan pasien sebelumnya, tetapi orang yang menyembuhkannya anak dari keluarga pasien bernama Yuda Tan. Sekarang dia sedang menunggu di luar,” kata Rani.
Kangdu Kun pun pucat pasi dan tubuhnya melorot ke lantai, rahasianya yang mengklaim jasa Yuda Tan kini sudah terbongkar.
Hendri tanpa membuang waktu demi menyelamatkan anak semata wayangnya, segera keluar dan mencari Yuda Tan. Dia tidak peduli siapa pun orangnya, selama bisa menyelamatkan nyawa anaknya tidak masalah.
Segera Hendri mendatangi Yuda Tan yang sedang duduk berdua dengan ibunya, Sulastri.
“Anak muda, tolong selamatkan anakku. Berapa pun biayanya, bilang saja,” kata Hendri.
“Oke…”
Yuda Tan tidak terkejut melihat keadaan ini, iya sudah menduga akan terjadi kecelakaan pengobatan seperti ini. Yuda pun segera meminta Sulastri, ibu angkatnya, untuk pulang lebih dulu untuk beristirahat di rumah.
Setelah itu tanpa membuang waktu karena kondisi sedang kritis, Yuda segera masuk ke dalam ruangan UGD.
Yuda melirik sekilas ke arah Kangdu Kun yang terkulai lemas di lantai ruangan, namun ia tak menghiraukan. Ia langsug menuju ke tempat tidur anak yang sedang kritis. Yuda pun segera mengeluarkan jarum peraknya untuk mengatasi keadaan kritis yang sedang dihadapi anak kecil itu.
Tak sampai beberapa menit, alarm monitor terdengar lambat menandakan detak jantung yang lemah. Namun ketika satu per satu jarum menusuk ke tubuh anak itu, bunyi tanda jantung pun berbunyi konstan yang menandakan tubuh anak itu mulai stabil.
Tampak anak kecil laki-laki itu sudah tidak mengejang lagi dan mulutnya pun sudah tidak mengeluarkan busa lagi. Wajah pucatnya kembali terlihat normal dan nafasnya menjadi tenang.
Ini adalah kasus kedua Yuda dalam menangani wabah virus, ia pun sudah memahami dengan jelas penangannnya. Dengan cepat ia menusuk ujung jari anak kecil itu dan mengeluarkan dua tetes darah yang mengandung virus beracun.
Kali kedua dia menangani kasus semacam ini, Yuda sudah akrab menangani virus. Dia dengan cepat menusuk ujung jari anak kecil itu dan memeras dua tetes darah beracun.
Kemudian Yuda Tan segera melepas jarum perak di tubuh anak itu, perlahan matanya membuka untuk melihat keadaan sekeliling.
“Luar biasa, benar-benar dokter jenius,” Hendri meraih tangan Yuda dengan perasaan lega bercampur gembira.
“Dokter jenius, selama tiga generasi kami hanya memiliki seorang putra, kamu telah menyelamatkan nyawa putraku. Itu berarti Anda menyelamatkan generasi penerus kelurga Silau,” ucap Hendri.
“kami keluarga Silau, punya banyak restoran dan kafe. Adikku baru saja membangun sebuah restoran baru. Aku akan memberikannya kepadamu sebagai ucapan terima kasih, aku akan segera mengalihkannnya menjadi milikmu,” Hendri mengucapkan dengan rasa terima kasih kepada Yuda Tan.
Yuda Tan hanyalah seorang mahasiswa miskin yang bahkan tidak mampu untuk membayar iuran BPJS setiap bulan. Namun setelah mempunyai warisan Perguruan Leluhur Abadi, tentu saja ia tidak kaget melihat kemurahan hati Hendri. Bagaimana pun nyawa manusia tidak bisa dibeli dengan uang.
Bahkan dalam catatan Perguruan Leluhur Abadi, pernah ada seorang yang berhasil sembuh dari penyakitnya mau memberikan sebuah kota sebagai imbalan biaya pengobatan.
Kamaludin dan Yahya tampak terkejut mendengar Hendri akan memberikan sebuah restoran untuk Yuda. Tatapan rasa iri tak bisa disembunyikan ketika menyimpulkan, hanya dengan satu tindakan medis langsung mendapatkan restoran.
Hendri bukan lah pengusaha kaleng-kaleng tanpa kecerdikan, hadiah ini bukan lah sesuatu yang mahal baginya. Membina hubungan pertemanan yang baik dengan seorang dokter jenius adalah jaminan untuk keselamatan nyawanya di masa depan.
Hubungan yang baik dengan dokter jenius adalah investasi jangka panjang yang sangat menguntungkan bagi dirinya. Memberikan sebuah restoran tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan jaminan kesehatan untuk menikmati kemakmuran.
Apalagi melihat ekspresi Yuda yang biasa-biasa saja saat menerima hadiah, Hendri pun semakin yakin akan membina hubungan baik dengan dokter jenius itu. Walaupun dengan harga yang tinggi, itu sangat pantas.
Dia meminta nomor telepon Yuda, lalu mengeluarkan kartu namanya.
“Sob, hubungi saja aku, kalau nanti sedang membutuhkan sesuatu,” kata Hendri.
Setelah itu, berulang kali Hendri mengucapkan terima kasih dan ia pun beranjak pergi dari rumah sakit.
Tak berapa lama kemudian, pasien anak-anak yang terkena wabah mulai berdatangan, mereka datang untuk segera mendapat penanganan medis dari Yuda, hingga akhirnya semuanya sembuh total.
Kamaludin pun menarik nafas lega setelah pasien terakhir berhasil sembuh, tak ada satu pun pasien yang meninggal.
Kejadian wabah virus ini telah berdampak besar bagi kota Tamba, membuat banyak pejabat tinggi kota sangat khawatir.
Namun RUSP Tamba berhasil menangani kejadian ini dengan baik, bahkan penguasa kota tidak sampai memutuskan keadaan darurat akibat wabah virus yang berakibat seluruh kota harus dikarantina.
“Yuda, kamu telah menyelamatkan seluruh kota dan membantuku mengatasi masalah ini, kalau kamu butuh bantuan katakan saja, jangan sungkan,” kata Kamaludin.
Yuda membereskan peralatan jarum peraknya, kemudian menatap Kangdu Kun yang berada di dekatnya.
“Pak Kepala Dinas, aku memang sedang membutuhkan bantuan untuk satu soal,” kata Yuda.
Kangdu Kun merasakan ada sesuatu yang bakal dikatakan Yuda, matanya menatap dengan penuh permohonan kepada Yuda.
“Ada soal apa? Katakan saja,” jawab Kamaludin.
Yuda mengabaikan tatapan memohon Kangdu Kun, seraya mengeluarkan rincian tagihan rumah sakit untuk biaya pengobatan ibunya.
“Pak Kamaludin, dokter Yahya, ini rincian tagihan dari dokter Kangdu Kun untuk biaya pengobatan ibu saya,” kata Yuda.
“Ibuku kemarin malam dirawat di rumah sakit ini, tagihan biayanya 79 juta dalam waktu kurang dari 24 jam.”
Ibuku menderita pendarahan otak yang parah, kenapa ada kapsul pelancar darah Lyophilized pada resep ini? Ada apa dengan suntikan patogenesis anemia?”
“Selain itu, dia juga memberikan suntikan sebanyak 25 kilogram patogenesis anemia, seekor gajah pun tidak akan sanggup menerima dosis suntikan sebanyak itu,” lanjut Yuda.
“Sekarang aku masih kurang 60 juta lebih kepada rumah sakit untuk biaya pengobatan, menurut bapak, apa yang harus aku lakukan?” tanya Yuda.
Baik Kamaludin dan Yahya tentu saja paham rincian tagihan yang mencurigakan itu, karena keduanya berlatar belakang lulusan sekolah kedokteran.
“Brengsek, kamu benar-benar hebat,” ujar Yahya sambil mengambil kertas tagihan, kemudian melemparkannya kepada Kangdu Kun.
“Kamu baru saja menipu dan mengambil jasanya Yuda, malah kamu sudah melakukan hal tercela seperti ini,” ucap Yahya marah.
“Orang seperti kamu tidak pantas dan memenuhi syarat sebagai dokter, mulai sekarang kamu dipecat!” kata Yahya dengan tegas.
Kangdu Kun pun kaget mendengarnya, ia pun segera memohon kepada Yahya.
“Dok, mohon berikan aku satu kesempatan saja, aku menyesal dan tidak berani mengulanginya lagi,” mohon Kangdu Kun.
Namun Yuda menyela ucapan Kangdu Kun.
“Dokter Yahya, perbuatan mengambil obat tanpa izin dan menagih obat secara ilegal adalah perbuatan melanggar hukum, Aku pikir dengan menyerahkannya kepada polisi adalah tindakan tepat,” kata Yuda.
“Menurutku, perbuatan ini sepertinya bukan hanya terjadi kali ini saja. Mungkin saja sebelumnya dia sudah sering melakukan perbuatan ini. Hal ini harus diselidiki sampai tuntas,” ujar Yuda lagi.
Kamaludin yang mendengar pendapat Yuda pun mengaminkan.
“Yuda benar, orang seperti dia ini adalah tikus yang menggerogoti dunia medis. Perbuatannya akan merusak reputasi dokter lain yang baik. Kita harus menyelidikinya sampai tuntas da menyerahkannya kepada polisi,” pungkas Kamaludin.