BAB 6
Hama Tikus
Demi mendengar keputusan Kamaludin, seorang Kepala Dinas Kesehatan yang merupakan pejabat tertinggi di kota Tamba, Kangdu Kun pun pucat ketakutan.
“Jangan, tolong jangan! Aku punya orang tua dan anak yang masih kecil di rumah, kalau membawaku ke kantor polisi, nasibku akan berakhir,” mohon Kangdu Kun.
“Bapak Kepala Dinas, direktur Yahya, Yuda, ampuni aku, tolong kasihani aku,” kata Kangdu Kun dengan panik sambil berlutut memohon.
Kamaludin dan Yahya memandang ke arah Yuda dengan tatapan penuh harapan untuk menolongnya.
Meski Kangdu Kun berlinangan air mata dan wajah sangat memelas, Yuda sama sekali tidak mau berbelas kasihan.
Yuda mengingat kembali dirinya sampai ingin menipu dengan cara merekayasa kecelakaan yang hampir menewaskannya demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan ibunya.
Kemarahan dirinya tak mampu lagi terbendung jika mengingat kejadian saat itu.
“Kenapa aku harus mengasihanimu? Apakah kamu mengasihani para pasien dan keluarganya yang tidak mampu dan berdaya?”
“Apa kamu tahu bagaimana cara mereka untuk mendapatkan uangnya? Mereka susah payah mendapatkan uang, bahkan mereka sampai berhutang atau menjual rumah dan tanahnya untuk bisa menyelamatkan nyawa keluarganya?” ucap Yuda.
“Tetapi kamu merampok mereka dengan membuat tagihan obat yang tidak masuk akal, kemudian kamu dengan santai menulis tagihan kepada pasien. Perbuatanmu bahkan lebih biadab puluhan kali lipat dari seorang perampok! Kenapa aku harus mengasihanimu?” Yuda menumpahkan kemarahannya tanpa bisa dibendung lagi.
“Aku…”
Kangdu Kun tidak mampu mengucapkan kata-kata dan jatuh lemas ke lantai.
Setelah melihat sikap Yuda, Kamaludin memerintahkan Kangdu Kun untuk segera pergi.
“Serahkan dirimu ke kantor polisi, akui perbuatanmu, mungkin kamu masih punya kesempatan untuk mendapatkan keringanan hukuman,” kata Kamaludin.
Yahya sebagai atasan langsung Kangdu Kun, segera memerintahkan anak buahnya yang lain untuk memanggil satpam untuk membawanya pergi ke kantor polisi.
Yahya Jatmiko segera menghampiri Yuda.
“Yuda, kami meminta maaf, kami tidak menyangka ada tikus di rumah sakit ini.”
“Sebagai bentuk kesungguhan permintaan maaf kami, semua biaya pengobatan ibumu gratis. Selain itu kami akan memberikan kompensasi 60 juta sebagai bentuk terima kasih atas bantuanmu menangani pasien wabah virus ini,” kata Yahya.
Yuda pun menangguk setuju atas ketulusan pihak rumah sakit.
“Yuda, sekarang kamu bekerja dimana? Darimana kamu mempelajari pengetahuan medis yang luar biasa ini?” tanya Kamaludin dengan rasa penasaran.
“Aku belum lulus, aku mahasiswa kedokteran tahun ketiga di Universitas Tamba. Aku belajar ilmu pengobatan tradisional dari seorang guru,” jawab Yuda.
“Siapa nama guru pengobatan tradisionalmu?” tanya Kamaludin makin penasaran.
“Nama guruku Lau Tan, beliau adalah pertapa yang hidupnya mengasingkan diri selama bertahun-tahun, Tidak banyak orang yang mengenalnya,” kata Yuda.
“Oh!”
Kamaludin hanya diam mendengar nama guru yang disebut Yuda. Selama bertahun-tahun berekecimpung di dunia industri kesehatan, ia sama sekali belum pernah mendengar nama orang yang bernama Lau Tan.
Kemudian Yahya berkata kepada Yuda, “Yuda, apakah kamu tertarik untuk menjadi dokter di rumah sakit kami? Selama kamu bersedia, aku akan mengangkatmu sebagai Kepala Dokter untuk menggantikan posisi Kangdu Kun.”
RSUP Tamba adalah rumah sakit pemerintah yang terbaik di seluruh provinsi, dan memiliki fasilitas medis yang lengkap dan satu-satunya rumah sakit yang juga membuka praktik pengobatan tradisional. Tidak semua lulusan kedokteran dari universitas yang berkemampuan biasa-biasa saja mendapatkan pekerjaan di sini. Namun pengecualian bagi Yuda, langsung mendapatkan jabatan paling tinggi.
Ini merupakan penghargaan tertinggi bagi seorang dokter, apalagi Yuda belum lulus sebagai mahasiswa kedokteran dan langsung diangkat sebagai Kepala Dokter.
Kamaludin tersenyum melihat sikap Yahya.
“Dokter Yahya, kamu jeli melihat bakat orang yang pandai,” kata Kamaludin
Yahya pun menjawab dengan antusias, “kita sudah melihat sendiri kemampuan medis Yuda yang luar biasa, aku merasa bersalah jika hanya memberikan jabatan sebagai Kepala Dokter, tetapi mau bagaimana pun, otoritas aku hanya mampu mengangkatnya untuk jabatan itu.”
Keduanya optimis anak muda seperti Yuda akan menerima tawaran yang sangat menggoda itu.
Namun yang mengejutkan mereka, Yuda menggelengkan kepalanya.
“Dokter Yahya, aku sangat menghargai kebaikanmu. Hanya saja aku merasa kurang pantas bekerja di rumah sakit ilmu kedokteran barat. Sedangkan aku mendalami pengobatan tradisional yang tidak cocok dengan teknik pengobatan barat,” jawab Yuda sopan.
Tak mau menyerah, Yahya menimpali,”Tidak masalah, selama kamu bersedia, aku akan membuka klinik pengobatan tradisional yang secara khusus untuk kamu.”
Yahya sangat menghargai kemampuan medis Yuda, dan ia optimis dengan keahalian anak muda itu rumah sakit akan mampu mengatasi penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan oleh ilmu kedokteran barat.
Yuda tetap pada pendiriannya dengan menggelangkan kepalanya sebagai isyarat penolakan.
“Dokter, aku memang tidak cocok bekerja di sini.”
Menurut pemikiran Yuda, bekerja di rumah sakit terlalu banyak aturan yang akan mengekang kebebasan pribadinya. Apalagi untuk mempromosikan pengobatan tradisional tidak akan mudah berada di lingkungan yang terlalu banyak aturan dan itu hanya akan menghambat dirinya berkembang.
Membuka klinik sendiri menjadi pilihan Yuda agar dia dapat berkembang menggali potensi ilmu dari warisan Perguruan Leluhur Abadi.
Mengetahui penolakan itu, dokter Yahya sangat kecewa karena tidak mendapatkan orang berbaakat hebat seperti Yuda.
“Baiklah, sob, Kalau kamu berubah pikiran, aku akan menyambutmu disini kapan pun,” jawab Yahya dengan nada getir.
Yahya kemudian menelpon Kepala Administrasi rumah sakit untuk membatalkan tagihan biaya medis Sulastri dan tidak lupa memberikan uang sejumlah 60 juta sebagai tanda terima kasih.
Yuda dengan senang menerima uang dan setelah berpamitan kepada dua orang pejabat tinggi kota Tamba, ia meninggalkan rumah sakit.
Sekitar pukul sembilan malam, Yuda menelpon Sulastri untuk memberi kabar bahwa dia baik-baik saja. Setelah itu ia menelpon pacarnya Linda.
Sayangnya Yuda hanya mendengar suara mesin, “Maaf, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif…”
Yuda hanya bisa menghela nafas kecewa karena tidak mengetahui kabar Linda sejak musim liburan, setiap kali ia coba menelpon selalu saja tidak aktif ponselnya. Yuda sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi dengan Linda.
Ia pun kembali ke asrama kampus.
Semua mahasiswa yang tinggal di asrama ketika liburan, akan selalu pulang ke rumah orang tuanya masing-masing. Namun berbeda dengan Yuda yang memilih tinggal di asrama, karena toko roti yang disewa ibu angkatnya itu terlalu sempit dan tidak nyaman bila ia tinggal di sana.
Selama liburan semester, suasana asrama sangat sepi, dia satu-satunya mahasiswa yang kini tinggal di asrama. Sedangkan mahasiswa yang lain pulang berlibur ke rumahnya masing-masing.
Setelah mandi sebentar, Yuda mengamil posisi duduk bersila di tempat tidur dan mulai mempraktikkan teknik Hati Semesta yang terdapat dalam catatan warisan Perguruan Leluhur Abadi.
Menurut catatan perguruan, Hati Semesta pertama kali diajarkan oleh Kun Tan sebagai pencetus metode pengobatan. Merupakan metode budidaya olah tubuh yang sangat cocok untuk kesehatan menyembuhkan berbagai penyakit.
Ketika mulai berlatih olah tubuh, Yuda merasakan adanya aliran energi murni yang mengalir ke seluruh tubuhnya mengikuti jalur Hati Semesta.
Seiring berjalannya waktu, pancaran energi sejati ini menjadi semakin kuat, fisik tubuhnya teras nyaman.
Tidak terasa, sinar matahari pagi dari ufuk timur membuka perlahan mata Yuda, sekilas cahaya bersinar di matanya.
Setelah semalam sampai pagi berlatih olah tubuh, metode Hati Semesta sudah mencapai tingkat sembilan dan tinggal selangkah lagi untuk membangun fondasi budidaya olah tubuh.
Pada tahapan tingkat sembilan ini, ia mendapatkan kesadaran spritual yang dapat melihat sesuatu dengan mata tertutup dalam radius dua meter.
Bahkan kesadaran speritualnya mampu melihat sesuatu walau ada tembok yang menghalangi, ia mempunyai penglihatan tembus pandang.
Penglihatannya kini dapat melihat dengan jelas tulang, jaringan syaraf, aliran darah, organ-organ vital tubuh dapat ia lihat dengan jelas.
Yuda mengetahui, kemampuan budidaya olah tubuhnya bisa berkembang cepat karena ia telah menyerap energi dari liontin krsital kuno pada saat kecelakaan tertabrak mobil sebelumnya.
Untuk membangun fondasi budi daya tubuh, memerlukan energi murni dari bumi, namun kondisi energi budidaya bumi sekarang sudah sangat tipis, sangat sulit bagi manusia untuk membangun fondasi budidaya olah tubuh.
Namun kondisi bumi yang sedikit memiliki energi spritual tidak berlaku bagi Yuda untuk membudayakan olah tubuh. Ilmu warisan Perguruan Leluhur Abadi dapat membantu dirinya, karena ia memiliki kemampuan membuat berbagai ramuan obat yang berguna untuk meningkatkan budidaya oleh tubuh.
Yuda segera bangkit dari tempat tidur, mandi sebentar dan sarapan, lalu ia meninggalkan asrama kampusnya. Tempat yang akan menjadi tujuannya adalah toko bahan-bahan ramuan obat, sebagai bahan dasar memurnikan pil fondasi untuk budidaya olah tubuh.
Yuda melewati sebuah bangunan gedung tinggi bertingkat 20 yang letaknya tidak jauh dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Tamba. Desain gedungnya terlihat artistik dan kesan mewah kekinian, gedung Sutoyo.
Ini adalah kantor pusat kelompok usaha Sutoyo, sebuah grup perusahaan yang memiliki jaringan bisnis kuat.
Di depan gedung itu terdapat sebuah alun-alun indah yang luasnya beberapa puluh meter, sangat pas sebagai sebuah halaman depan sebuah gedung perkantoran.
Ketika melewatinya, tampak orang ramai berkumpul seperti menonton sesuatu yang menarik.
Dia melirik sebuah Porsche 911 merah diparkir di tengah alun-alun.
Tidak jauh dari sana seorang pria muda berusia dua puluhan tahun berdiri di depan mobil dengan setelan jas dan dasi modis. Rambutnya ditata rapi, dan dia memegang seikat mawar biru cerah di tangannya.
Adegan seperti ini biasanya adalah seorang pria yang ingin menyatakan cinta kepada seseorang.
Penampilan pemuda itu lumayan tampan, tetapi Yuda dengan hanya melihat sekilas saja sudah mengetahui jika pria ini kurang vitalitas. Tipikal pemuda yang selalu memuaskan nafsu berahinya secara berlebihan dan banyak mengkonsumsi barang-barang haram.
Namun, semerbak aroma harum yang lembut menyergapnya dari belakang.
Yuda segera cepat menoleh dan melihat seorang gadis mengenakan setelan pakaian kerja, tetapi karena perhatiannya masih teralihkan oleh pemuda yang memegang seikat mawar, membuat keduanya bertabrakan.
Untung saja mereka berdua tidak sedang berjalan cepat, gadis itu hanya oleng sebentar dan bisa langsung menstabilkan tubuhnya kembali.
“Maaf!”
“Maaf!”
Keduanya tahu bahwa mereka tidak memperhatikan jalan dan tanpa sadar saling meminta maaf.
Namun, keduanya terkejut ketika saling memandang.
“Hah… kamu?”