BAB 8
Muka Tembok
Tong Gos masih bertulut dengan satu kaki tanganya memenga buket bunga mawar biru layaknya seorang lelaki sejati yang bertekuk lutut dengan gadis pujaannya.
“Kiki… Sejak pertama kali melihatmu, hatiku sangat tersiksa menahan rasa cinta ini kepada mu. Dalam hatiku hanya ada kamu, aku tidak akan melirik wanita lain selain kamu. Maukah terima cintaku dan menjadi pacarku” kata Tong memohon.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian ini pun ramai berseru.
“Terima… terima… terima…. ” teriak para penonton di sekitar.
Kiki tak berdaya menghadapi Tong Gos yang keras mengejar cintanya, ia pun menatap Yuda dengan penuh harap meminta bantua.
Yuda terbahak-bahak tertawa lepas menyaksikan Tong yang memohon cinta Kiki.
“Drama… kamu pantas jadi raja drama… sayangnya kamu nggak bermain sinetron,” ejek Yuda.
Tong Gos pun seketika memerah wajahnya mendengar ucapan Yuda.
“Kamu bilang apa? Aku bener-benar tulus mencintai Kiki. Aku berani bersumpah, kalau aku berbohong biar petir menyambarku,” ucap Yuda.
“Benarkah? Mari kita melihat seberapa besar ketulusan kamu,” kata Yuda.
Dengan sangat cepat Yuda mengambil sebuah benda warna putih dari dalam pakaian Tong Gos.
Ternyata benda itu celana dalam perempuan yang sangat seksi, malah sangat minim sekali bentuknya.
“Tuan muda Tong, tolong jelasin apakah benda ini adalah bentuk ketulusanmu? Selama setengah tahun ini katanya tidak pernah bersama perempuan lain, tapi kenapa kamu bisa menyimpannya. Apakah kamu yang mengenakannya?” cibir Yuda.
“Aku…” Tong tercengang.
Tong adalah anak muda yang tidak bisa sehari pun hidup tanpa tidur perempuan, tentu saja selama setengah tahun ini ia sudah banyak sekali berganti-ganti perempuan yang ia tiduri.
Tong punya kebiasaan aneh, dia selalu menyimpan celana dalam setiap perempuan yang telah ia tiduri sebagai kenang-kenangan.
Celana dalam ini adalah kenang-kenangan bekas tadi malam dan belum sempat ia menyimpannya.
Celana dalam berenda ini sangat minim ukurannya, maka jika ia simpan sementara di dalam saku, tentu saja tidak akan janggal terlihat. Tapi, bagaimana bocah ini bisa tahu ia menyimpannnya dalam saku celana.
Para penonton pun kembali heboh melihat situasi tak terduga ini.
“Sial, kita hampir tertipu dengan si brengsek ini. Menyatakan cinta kepada seseorang gadis, tapi masih menyimpan celana dalam perempuan lain. Dasar penjahat kelamin,” cerca para penonton riuh.
“Bedebah, dasar muka tembok,” timpal yang lain.
“Tadi dia bilang berani disambar petir kalau dia berbohong. Tuhan harus meghukum orang ini,” ujar yang lain lagi.
Tong hanya bisa menelan ludahnya sendiri menghadapi kemarahan orang-orang.
“Kini, jangan salah paham dulu, semalam temenku habis berkencan, jas yang aku pakai ini milik temanku itu dan aku tidak tahu disakunya ada benda itu,” Tong mencari alasan.
“Lalu bagaimana dengan benda ini? Apa ada hubungannya denganmu?”
Yuda secepat kilat menarik sebuah bungkusan dari saku celana Tong sambil membuang celana dalam perempuan itu. Kecepatan tangan Yuda sama sekali tidak bisa diantisipasi Tong.
“Tuan muda Tong, benda ini harusnya disebut Sutera kan? Apa celana ini juga pinjaman seorang teman?” Yuda memperlihatkan bungkusan kotak kecil warna merah.
“Aku…”
Lagi-lagi Tong tak berkutik dengan serangan mematikan yang membuatnya dipermalukan di depan orang banyak.
Kondom merupakan peralatan standar yang selalu dibawa Tong kemana pun ia pergi, karena dia berkencan dengan banyak perempuan.
Tong tidak habis pikir, bagaimana bocah itu bisa tahu ada benda-benda di dalam sakunya, apakah bocah ini punya kemampuan mata waskita.
“Kiki…. Mohon, jangan salah paham. Aku sungguh tidak tahu ada benda ini dan darimana asalnya. Mungkin saja temanku sedang mengerjaiku dengan menyelipkan benda-benda ini,” kilah Tong.
Ia harus menyangkal menghadapi situasi ini, jika tidak bisa maka perjuangannya selama ini akan sia-sia.
“Benarkah? Kalau begitu ini apaan?” tanya Yuda lagi.
Yuda dengan cepat mengambil sesuatu dari saku celana Tong di sisi yang lain.
“Tuan muda Tong, kalau tidak salah ini adalah pil kuat yang terkenal kan? Apa ini juga perbuatan teman-teman kamu?” sindir Yuda degan sinis.
Melihat begitu banyak rahasia Tong yang sudah terbongkar, Kiki pun menatap jijik kepada Tong.
“Tong Gos, pergi… mulai saat ini aku tidak ingin melihatmu!”
Hancur dan porak-poranda rencana Tong yang sudah ia persiapkan dengan susah payah, ia tidak tahan lahan lagi menahan amarahnya.
“Bocah, dasar bajingan keparat! Aku akan membunuhmu” teriak Tong marah kepada Yuda.
Ia sudah tidak peduli lagi untuk jaga citra dirinya, tangannya segera mengepal dan melayangkan tinju ke arah Yuda.
Pada saat ini, dia tidak lagi peduli untuk pamer dan memukul wajah Ye Bufan dengan tinjunya.
Tetapi sayangnya kemarahannya tidak sebanding dengan daya tubuhnya yang sudah rusak oleh minuman keras dan seks bebas.
Menghadapi serangan itu, Yuda dengan mudah balas menendang perut Tong sampai melayang jatuh ke tumpukan 99 buket bunga mawar biru miliknya.
“aduuuh…’
Tong mengaduh dengan suara menyedihkan.
Tubuhnya jatuh ke tumpukan buket mawar itu tidaklah keras, tetapi tangkai bunga mawar berduri sehingga menusuknya.
“Bocah, kamu berani merebut wanitaku, tunggu pembalasanku,” ujar Tong Gos dengan sengit emosi.
Tong segera buru-buru pergi untuk melarikan diri dari tempat yang telah membuat harga dirinya hancur. Namun belum juga tiga langkah, ia terjerembab masuk ke dalam sekolan yang tidak tertutup.
Sungguh memalukan, keadaan Tong saat ini sungguh sulit terjelaskan dengan kata-kata. Sekujur tubuhnya penuh dengna sampah dan air hitam selokan yang kotor dan berbau busuk.
Beberapa orang anak buahnya yang sejak awal berada dalam kerumunan penonton, segera menghampirinya dan memapahnya untuk pergi dari tempat itu.
Sedang para penonton yang masih berkerumun tidak bisa menahan tawa, semua terbahak-bahak menyaksikan Tuan muda Tong Gos yang arogan tapi sekarang dalam keadaan mengenaskan.
Situasi sudah berbalik, orang-orang yang menonton sejak awal pertujukkan kini berada di pihak Yuda.
“Anak muda, kerja bagus…” kata seseorang kepada Yuda sambil mengacungkan jempolnya tanda memuji.
“Kakak, seleramu sangat bagus, anak muda yang kamu pilih ini sangat hebat!” kata seseorang lain kepada Kiki.
Kerumunan penonton adalah orang-orang yang berasal dari orang biasa-biasa saja, mereka sebenarnya tidak suka dengan sikap arogan para anak-anak dari keluarga kaya yang biasa bersikap arogan dan selalu pamer kekayaan. Namun mereka tidak berdaya, setelah melihat keberanian Yuda dalam menghadapi anak keluarga arogan seperti mewakilkan rasa ketidakberdayaan orang-orang.
Kiki pun segera menarik Yuda medekat.
“Bagaimana kamu bisa melakukannya?” tanya Kiki.
Kiki tidak menduga Yuda mampu melakukan tindakan yang sangat tepat dan hebat. Yudah secara tidak langsung sudah menginjak-injak harga diri pewaris dari keluarga Gos.
Setelah kejadian tadi, Tong akan malu menemui Kiki dan berhenti untuk mengejar cintanya.
“Kamu sudah melihat semuanya. Apalagi yang bisa kujelaskan?” Yuda terkekeh melihat Kiki tersipu malu.
“Maksudku, bagaimana kamu tahu si Tong itu membawa barang-barang parno itu di sakunya,” tanya Kiki penasaran.
Tentu saja Yuda tidak akan memberitahu kemampuan spritualnya kepada sembarang orang, apalagi gadis itu baru saja dikenalnya.
“Aku seorang dokter pengobatan alternatif tradisional. Sejak awal aku sudah bisa melihat ginjalnya lemah, dan selebihnya aku hanya menebak-nebak saja,” kata Yuda sekenanya.
Kiki terdiam antara percaya dan tidak percaya, tapi ia tidak mau mempertanyakannya lagi.
“Terima kasih sudah membantuku, sepulang kerja aku akan mentraktirmu makan malam,”Kata kiki, untuk selanjutnya ia pun pergi berjalan masuk ke area gedung perkantoran grup Sutoyo tidak ingin terlambat masuk kerja.
Yuda pun juga pergi meninggalkan tempat itu.
Terus menyusuri jalan sampai ia menemukan sebuah toko obat-obatan tradisional terbesar di Kota Tamba.
Toko obat-obatan tradisional ini bergaya tradisional yang berkesan etnik tetapi tidak berkesan mistis, di sebelahnya terdapat klinik pengobatan tradisional.
Tidak banyak pelanggan yang datang pagi hari, karena tempat itu baru saja buka dan belum melakukan proses peracikan obat.
Seorang penjaga toko terlihat sedang asyik memainkan ponselnya, namun ia hanya melirik sebentar ke arah Yuda tanpa menanyakan maksud masuk ke dalam toko. Si penjaga malah kembali asyik memainkan ponsel, sebagai sikap yang menunjukkan Yuda bukan lah pelanggan penting.
Namun Yuda tidak peduli, ia tetap berjalan menghampiri si penjaga toko.
“Aku mau membeli bahan-bahan obat,” kata Yuda.
“Tunggu sebentar, aku masih sibuk,” jawab penjaga toko tanpa peduli ada pelanggan yang datang.
Yuda diam dengan sabar. Negeri Konoh yang sedang banjir aplikasi game online, membuat orang semakin tidak mampu membedakan prioritas mana yang perlu didahdulukan dan mana yang bisa ditunda.
Ketika orang sedang dalam mode bermain secara online, pemain yang tiba-tiba berhenti harus mengulang kembali dari awal.
Yuda sebenarnya sudah ingin pergi meninggalkan toko itu, andai saja ini ia tidak sedang membutuhkan bahan untuk meracik pembuatan pil untuk membangun fondasi budidaya olah tubuh. Sayangnya bahan-bahan yang ia butuhkan tidak tersedia di toko-toko kecil, karena beberapa bahan sangat langka.
Selanjutnya Bab 9