Mao membentuk Garda Merah, yang terdiri dari para pemuda, untuk menghapus dan menangkap kaum “borjuis” sebagai penghambat pembangunan ekonomi China.
Revolusi ini setidaknya merenggut nyawa beberapa juta orang dan menimbulkan perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi terhadap ratusan juta orang.
Akan tetapi, 40 tahun setelah berakhir, jumlah total korban Revolusi Kebudayaan dan khususnya jumlah korban tewas akibat pembunuhan massal masih menjadi misteri baik di Tiongkok maupun di luar negeri.
Analisis Rummel tahun 1991, mengungkapkan angka seharusnya sekitar 7,73 juta (Rummel, 1991: 253). Namun, pada tahun berikutnya, akademisi Harvard John K. Fairbank sampai pada perkiraan kasar sekitar satu juta (Fairbank, 1992: 402).
Baru-baru ini, Andrew Walder dan Su Yang menyumbangkan analisis yang jauh lebih rinci tentang jumlah korban tewas di daerah pedesaan China berdasarkan statistik yang diambil dari 1.500 catatan sejarah daerah China. Dalam perkiraan mereka, “jumlah yang terbunuh [adalah] antara 750.000 dan 1,5 juta, dengan jumlah yang hampir sama terluka permanen” (Walder dan Su, 2003).
Dalam biografi Mao Zedong yang baru diterbitkan oleh dua penulis Inggris, perkiraan total kematian dibahas: “setidaknya 3 juta orang meninggal karena kematian yang kejam dan para pemimpin pasca-Mao mengakui bahwa 100 juta orang, sepersembilan dari seluruh populasi, menderita dalam satu atau lain cara” (Chang dan Halliday, 2005: 547).
Sebelumnya reporter jurnal politik yang berbasis di Hong Kong merilis statistik resmi yang diklasifikasikan, yang menurutnya hampir dua juta orang Tiongkok terbunuh dan 125 juta lainnya dianiaya atau “diperjuangkan” (dikenakan “sesi perjuangan”) sebagai akibat dari pembunuhan dan kekejaman yang disponsori negara yang dilakukan selama Revolusi Kebudayaan (Cheng Min, 1996: 21-22).
Jumlah korban tewas rata-rata berdasarkan angka dari beberapa sumber data tersebut hampir mencapai 2,95 juta. Mengingat Revolusi Kebudayaan terjadi pada masa ketika China tidak dijajah oleh negara lain, jumlah korban yang diperkirakan di atas sangat tinggi.
Walau demikian, Mao begitu dipuja di dalam negeri sehingga sosokmya dianggap setingkat dewa.
Transformasi Partai Komunis China
Kini era China tampilan bayangan Mao, “sang pemimpin besar” telah membuat Partai Komunis China bertransformasi menjadi elite global yang merajai pasar-pasar di planet bumi.
Setelah kematian Mao, dua tahun kemudian Deng Xioping sebagai pewaris pemimpin PKC pada 1978 melakukan reformasi struktur organisasi bisnis China.
Komunitas-komunitas partai di tingkat desa, kabupaten, provinsi sampai nasional mulai melakukan reformasi secara bertahap. Struktur organisasi komunitas melakukan transformasi bisnis menjadi badan usaha milik desa (BUMDes), Badan Usaha Miliki Daerah (BUMD) sampai perusahaan bersakala nasional dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).