KBMTV.ID | Seorang warga bernama Hanter Oriko Siregar mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait syarat Tes of English as Foreign Language (TOEFL) dalam mengikuti Tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan perusahaan swasta.
Hanter menggugat Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36.
Menurut Hunter sebagai pemohon, TOEFL sebagai persyaratan mutlak dan wajib dipenuhi oleh seluruh peserta CPNS tahun 2024, di masing-masing Instansi pemerintahan tersebut adalah sesuatu yang telah menistakan konstitusi. Sebagaimana dalam Pasal 36 UUD Tahun 1945, telah menentukan bahwa Bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia, yang dalam aturan konsiderannya menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa.
Gugatan itu teregistrasi dengan nomor perkara 159/PUU-XXII/2024. Ia menilai tes TOEFL telah menggagalkan dirinya untuk ikut tes CPNS di sejumlah instansi pada tahun 2024.
Dalam permohonannya, ia merasa mampu mengikuti tes CPNS setelah lulus dari perguruan tinggi jurusan ilmu hukum dengan IPK 3,63. Kemudian ia mendaftar untuk mengikuti tes CPNS pada 20 Agustus 2024 dan memilih instansi Mahkamah Agung.
Kemudian, ia mencoba mendaftarkan diri ke lembaga Kejaksaan Agung. Namun, Hanter kembali gagal karena terhalang oleh syarat tes TOEFL tersebut. Hal itu terulang kembali saat dirinya mencoba mendaftar di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menyebut ada instansi yang menjadikan TOEFL dengan skor minimal 450 sebagai syarat mutlak dan harus dilampirkan saat mendaftar tes CPNS. Dia mengaku sudah mencoba mengikuti empat kali tes dan skor maksimal yang didapatnya ialah 370.
Syarat TOEFL Merugikan Konstitusi
Maka itu, Hanter menilai adanya persyaratan TOEFL pada tes CPNS Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan KPK itu merugikan konstitusional dengan cara menduakan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
Dia menganggap syarat TOEFL cuma bisnis belaka. Dia mengungkit syarat tersebut malah memicu orang berbohong dengan membuat sertifikat TOEFL palsu.
“Pemohon tentu menyadari bahwa bahasa Inggris adalah sebagai bahasa internasional, tetapi menjadikannya sebagai syarat utama untuk dapat memperoleh pekerjaan di negeri sendiri dengan mengharuskan adanya TOEFL sebagai syarat yang wajib dipenuhi dan bukan sekadar sebagai nilai tambah terhadap kandidat pencari kerja atau peserta CPNS sebagaimana yang disebutkan di atas. Dalam penalaran hukum yang wajar hal tersebut tentu bertentangan dengan konstitusi, yang notabene juga para pencari kerja adalah melamar untuk dapat bekerja di negara sendiri,” kata Hanter.
Pemohon menyebut penggunaan bahasa Inggris tidak menjadi kewajiban di berbagai negara. Dia mencontohkan Rusia, Turki, Jepang hingga China yang disebutnya tidak mewajibkan TOEFL bagi orang yang ingin kuliah atau mendapat beasiswa di negara-negara itu.
“Namun Pemohon menyadari bahwa adanya persyaratan CPNS di Mahkamah Agung yang mengharuskan peserta CPNS menguasai Bahasa Inggris dengan baik dibuktikan adanya TOEFL dengan nilai score 450 adalah telah menghambat Pemohon untuk dapat melanjutkan pendaftaran CPNS di Mahkamah Agung tahun 2024. Hal itu telah menyebabkan kerugian hak konstitusional Pemohon yang telah dijamin dan dilindungi oleh UUD Tahun 1945,” kata dia.
“Pemohon tidak dapat melanjutkan dikarenakan peserta CPNS dimaksud harus menguasai bahasa Inggris dengan baik yang dibuktikan peserta melampirkan TOEFL sebagai persyaratan mutlak dan yang wajib dilampirkan oleh para peserta CPNS 2024 pada instansi negara tersebut. Atas dasar itu, Pemohon gagal melakukan pendaftaran CPNS 2024 pada instansi negara tersebut. Hal itu telah merugikan hak konstitusional,” ujarnya.
“Bahwa menjadikan penguasaan bahasa Inggris dengan dibuktikan TOEFL sebagai persyaratan mutlak dan wajib dipenuhi oleh seluruh peserta CPNS tahun 2024 di masing-masing Instansi pemerintahan tersebut adalah sesuatu yang menurut Pemohon telah menistakan konstitusi sebagaimana dalam Pasal 36 UUD Tahun 1945 telah menentukan bahwa Bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia, yang dalam aturan konsiderannya menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa,” kata Hanter.
Gugatan
Dalam gugatannya, ia menggugat UU tentang Ketenagakerjaan dan UU tengan ASN bertentangan dengan Undang-undang Dasar Tahun 1945.
- “Oleh karena itu, menjadikan penguasaan bahasa Inggris sebagai syarat mutlak dan yang wajib dikuasai oleh para peserta CPNS 2024 tersebut seolah lebih mendewakan ataupun memuliakan bahasa asing dibandingkan bahasa bangsa sendiri,” sambungnya.
- Menyatakan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan secara bersyarat (Conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: ‘Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui penempatan tenaga kerja dengan wajib menggunakan Bahasa Indonesia sepanjang pemberi kerja/Perusahaannya berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia’;
- Menyatakan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara bertentangan secara bersyarat (Conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi Pegawai ASN setelah memenuhi persyaratan yang tidak bertentangan dengan konstitusi’;
- Memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia; Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Dia menyebut keberadaan pasal 35 ayat (1) UU 13/2003 juncto pasal 37 UU nomor 20 tahun 2023 telah membuka peluang perusahaan swasta dan institusi pemerintah untuk menerapkan syarat sewenang-wenang saat mencari tenaga kerja. Dia juga mempermasalahkan soal TOEFL diterapkan sebagai syarat kelulusan di sejumlah perguruan tinggi, termasuk bagi mahasiswa yang bukan jurusan bahasa Inggris.
Dia juga mengingatkan bahasa Indonesia merupakan bahasa negara. Hal itu, katanya, telah diatur dalam Pasal 36 UUD 1945.[]