KBMTV.ID | Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal massal di sejumlah lembaga pemerintah terhadap Pegawai Negeri Sipil.
Program perampingan ini setelah Presiden Donald Trump dan Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) Elon Musk memutuskan untuk mempercepat pembersihan birokrasi federal AS.
Sumber serikat pekerja dan karyawan mengatakan hal tersebut kepada Reuters, Kamis, (13/02/2025), bahwa surat yang dikirim melalui email telah dikirim dalam kurun waktu 48 jam terakhir ke sejumlah karyawan yang baru direkrut yang masih dalam status masa percobaan.
Sumber serikat pekerja Departemen Pendidikan menyebut, pemecatan tersebut berdampak pada karyawan di seluruh lembaga, mulai dari kantor penasihat umum, sampai Kantor Pendidikan Khusus dan Layanan Rehabilitasi yang mendukung program untuk anak-anak penyandang disabilitas, hingga kantor Bantuan Mahasiswa Federal.
“Kami telah mendengar dari puluhan karyawan yang telah dipecat, tetapi cakupan pemecatan secara lengkap belum jelas,” ungkapnya.
Surat-surat yang ditujukan kepada 160 orang yang baru direkrut di Departemen Pendidikan, memberi tahu mereka bahwa kelanjutan pekerjaan mereka “tidak akan menguntungkan kepentingan publik.”
“Lembaga kami menemukan, berdasarkan kinerja Anda, bahwa Anda belum menunjukkan bahwa pekerjaan Anda selanjutnya di lembaga kami akan menjadi kepentingan publik,” tulis surat itu.
Langkah serupa juga terjadi di Departemen Energi (DOE). Sejumlah karyawan mengatakan situasi di dalam departemen tersebut tidak menentu dan sejauh ini tidak jelas jumlah karyawan yang akan ternaka pemecatan.
Namun dapat diperkirakan karyawan masa percobaan yang mungkin akan mendapatkan gelombang pertama.
“Ada sekitar 2.000 karyawan masa percobaan di DOE. Tetapi tidak jelas berapa banyak yang dapat terpengaruh oleh tindakan pada hari Kamis,” ungkapnya.
Pemecatan karyawan masa percobaan ini merupakan yang pertama dari pemerintahan Trump.
Presiden dan Elon Musk bermaksud untuk secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja federal. Hal ini dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran negara, yang mencapai US$ 1,8 triliun (Rp 29.475 triliun) di tahun fiskal lalu.
Sementara itu, langkah pemecatan ini dilakukan pada hari yang sama ketika seorang hakim federal AS memutuskan perkara untuk mengizinkan kelanjutan program pensiun dini yang ditawarkan pemerintah.
Sekitar 75.000 karyawan telah menerima tawaran tersebut, maka dengan program pensiun dini secara umum memungkinkan mereka untuk meninggalkan pekerjaan mereka tetapi tetap dibayar hingga akhir September.
Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt kepada wartawan pada hari Kamis (13/2/2025) mengatakan, jumlah tersebut setara dengan 3% dari tenaga kerja sipil.
Batas waktu untuk menerima tawaran pensiun dini dari pemerintah berakhir pada Rabu (12/2/2025) malam.
Levitt tidak mempertimbangkan untuk memperpanjang batas waktu yang ditawarkan pemerintah, meskipun jumlahnya akan lebih banyak.
“Saya tidak begitu yakin bahwa kami tidak mencapai angka yang kami inginkan,” kata Levitt.
Sebelumnya, Trump telah menugaskan Elon Musk, pria kelahiran Afrika Selatan dan anggota Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE ), untuk melakukan perampingan besar-besaran terhadap 2,3 juta pegawai sipil federal.
Juru bicara Kantor Manajemen Personalia, bagian sumber daya manusia untuk pemerintah AS, mengatakan pemecatan tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah yang baru.
“Pemerintahan Trump mendorong lembaga-lembaga untuk menggunakan masa percobaan sebagaimana mestinya: sebagai kelanjutan dari proses lamaran pekerjaan, tidak memberikan hak untuk menjadi pekerja tetap,” kata juru bicara tersebut.
Inisiatif pemotongan biaya yang belum pernah terjadi sebelumnya ini telah menimbulkan kepanikan di antara ribuan pekerja federal di ibu kota AS yang khawatir mereka mungkin menjadi sasaran berikutnya.
Kendati demikian Trump tetap bersikeras dengan kebijakan tersebut, meskipun ada serangkaian tuntutan hukum dari serikat buruh dan jaksa agung partai Demokrat, serta kritik, termasuk dari beberapa ahli anggaran Republik, bahwa inisiatif tersebut didorong oleh ideologi .
Trump berasalan dengan mengatakan bahwa pemerintah federal terlalu besar dan terlalu banyak uang yang hilang karena pemborosan dan korupsi.
Pemerintah federal memiliki utang sekitar $36 triliun dan mengalami defisit $1,8 triliun (Rp 29.475 triliun) tahun lalu, dan ada kesepakatan bipartisan tentang perlunya reformasi pemerintah.[]