Karyawan Hotel Terancam PHK Imbas Efisiensi Anggaran Pemerintah

lobby hotel
ilustrasi hotel

KBMTV.ID | Imbas efisiensi anggaran pemerintah, karyawan perhotelan dan restoran kini dibayangi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasalnya okupansi menurun dalam beberapa bulan ke depan akibat pemangkasan anggaran Pemerintah Presiden Prabowo Subianto.

Ancaman PHK ini sebagai imbas dari pemangkasan anggaran pemerintah yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres), Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur (Jatim) menyatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan terhadap industri perhotelan dan restoran.

Ketua PHRI Jatim, Dwi Cahyono, mengungkapkan bahwa sejumlah hotel mengalami penurunan okupansi hingga 30 persen, sementara biaya operasional tetap tinggi.

“Ketika okupansi turun, kita kena biaya-biaya tinggi. Dampak yang paling maksimal nantinya ya ada PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Dwi saat dilansir dari Kompas.com (14/2/2025).

Dwi mengungkapkan bahwa dampak kebijakan ini sudah mulai terasa sejak Januari 2025, ditandai dengan pembatalan pemesanan kamar hotel.

“Ya pembatalan ini sebenarnya sejak bulan Januari itu sudah ada. Dan mulai efektif di bulan Februari ini mulai bertambah dampaknya,” ucapnya.

Menjelang bulan Ramadhan, dampak dari efisiensi anggaran ini semakin dirasakan oleh para pengusaha perhotelan dan restoran. Bahkan, sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) turut terdampak.

“Iya MICE itu terdampak. Kami masih kumpulkan datanya, sementara ini tercatat ada 30 persen, tapi nanti kalau dikumpulkan bertambah,” ujar Dwi.

Langkah-langkah alternatif  diharapkan mampu menjaga stabilitas industri dan melindungi karyawan dari ancaman PHK massal. Karena jika okupansi hotel turun, hotel tidak dapat meneruskan kontrak karyawan.

“Kalau memang okupansi menurun itu akan kita tidak diteruskan kontraknya,” kata Dwi Cahyono.

Jika kondisi ini berlangsung dalam beberapa bulan ke depan, risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan akan semakin besar.

Selain berdampak pada PHK, Dwi juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berperan sebagai pemasok barang industri hotel dan restoran.

Menurutnya, permintaan produk dari sektor UMKM akan mengalami penurunan seiring dengan menurunnya kegiatan industri perhotelan dan restoran.

“Ya pengurangan karyawan, terus kalau PHK itu nanti ada hubungan kita dengan supplier, dengan UMKM. Hubungan kita dengan segala macam akan terpengaruh semuanya,” jelasnya.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, rata-rata pangsa pasar pemerintah untuk hotel bintang 3 hingga bintang 5 sekitar 40%.

Dengan adanya kebijakan efisiensi, maka industri perhotelan diramal kehilangan pendapatan sekitar Rp24,5 triliun.

“Itu kami sudah hitung kurang lebihnya potensi hilangnya itu adalah Rp24,5 triliun untuk seluruhnya, bintang 3, 4, 5, ya,” kata Hariyadi dalam konferensi pers Musyawarah Nasional (Munas) XVIII PHRI Tahun 2025, Selasa (11/2/2025).

Hariyadi yang juga merupakan Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi) itu mengungkapkan, dampak kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah terhadap industri perhotelan sudah mulai terasa.

Hingga saat ini, Hariyadi menyebut bahwa tidak ada pemesanan yang masuk dari kalangan pemerintah, baik untuk meeting maupun kegiatan lainnya.[]

Berita Terkait

KBMTV

FREE
VIEW