KBMTV ID

Carut-Marut PPDB Zonasi, Di Tengah APBN Pendidikan 2023 Paling Tinggi Sepanjang Sejarah

TDE
Ilustrasi

Catatan Redaksi Surya MP

Berbagai temuan kasus kecurangan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi di berbagai daerah. Daerah-daerah seperti Bogor, Bekasi, Karawang dan banyak lagi membuka tabir carut-marut dunia pendidikan.

Niatan PPDB Zonasi alih-alih menghapus berduyun-duyunnya orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri unggulan.

Namun apa lacur sistem ini pada prakteknya membuat seribu akal manusia agar anak-anaknya bisa lolos  ke sekolah yang menjadi unggulan dan favorit.

Sistem PPDB bisa diakali oleh manusia, mulai dari akal-akalan domisili rumah, sampai mengakali dengan GPS palsu agar jarak dari rumah ke sekolah menjadi lebih dekat.

Pada akhirnya, sebaik apa pun sistem yang dibuat manusia, selama manusia yang tidak berakhlak yang menjalankan sistem tersebut, maka sia-sia lah sistem terbaik itu bisa bermanfaat.

Anggaran Gemuk

Meski pemerintah telah menggelontorkan dana ratusan triliun rupiah dalam APBN tahun 2023, yang niatannya untuk memperbaiki sistem pendidikan, namun seakan bagai mengggarami air lautan.

Menteri Keuangan Sri Mulayani dengan bangga menyebut angka Rp 600 triliun untuk anggaran pendidikan.

APBN 2023 mencapai Rp 612,2 triliun. Angka ini tertinggi sepanjang anggaran pendidikan di Indonesia.

“Untuk pertama kali dalam sejarah kita, anggaran pendidikan kita mencapai di atas Rp 600 triliun, yakni Rp 612,2 triliun,” jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan sebagian besar anggaran pendidikan tersebut dialokasikan untuk mendukung pendidikan dasar mulai dari SD sampai SMA di Indonesia.

“Karena komposisi demografi Indonesia (tentang pendidikan) masih tergolong rendah, apalagi untuk anak di usia muda, sehingga kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola secara terorganisir dan bertanggung jawab menjadi titik perjuangan pendidikan yang sangat kritis,” kata Sri Mulyani dalam konferensi ILLC.

Konferensi Inklusif Pendidikan Sepanjang Hayat atau Inclusive Lifelong Learning Conference (ILLC) di Bali, Rabu (5/7/2023), Sri Mulyani menjelaskan  dalam 20 tahun terakhir.

Prioritas pendidikan Indonesia semakin meningkat. Pemerintah juga secara konsisten mengalokasikan 20% Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk dana pendidikan.

Adapun, anggaran pendidikan yang disebut Sri Mulyani tersebut juga termasuk untuk pemberian beasiswa melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), yang mengelola dana abadi, dan telah menghasilkan hampir 18.000 lulusan dan sebanyak 35.536 beasiswa telah diberikan.

Tentunya ini dana yang gurih dan sedap, menyekolahkan anak di sekolah milik pemerintah tentu akan menjamin kualitas pendidikan anak-anaknya.

Sementara dari sisi aparatur di lapangan, ini peluang pasar untuk mengumpulkan isi dompet.

Niat Baik

Niatan dari sistem zonasi bertujuan baik, agar anak-anak bisa bersekolah dengan transportasi yang murah dan bila memungkinkan bisa berjalan kaki. Hingga dengan radius 1000 meter jarak dari rumah ke sekolah, membuat anak-anak bisa ke sekolah dengan aman tanpa perlu berkendara.

Selain itu, sekolah yang telah dibangun oleh pemerintah yang menghabiskan anggaran mahal bisa bermanfaat bagi warga sekitar sekolah. Tentunya bagi warga yang jaraknya masih dalam jangkauan berjalan kaki ke sekolah.

Dengan demikian sekolah pun cukup membangun area parkir sepeda, tidak memerlukan lagi area parkir kendaraan motor roda dua.

Jika dalam perkembangannya pada tahun-tahun berikutnya jumlah siswa bersekolah semakin berkurang, maka radius sekolah dengan rumah pendaftar bisa diperluas sehingga sekolah tersebut tidak perlu dilikuidasi alias ditutup karena kekurangan pendaftar siswa.

Nah pada titik inilah terjadi carut-marut, dimana sekolah tersebut sudah menjadi favorit karena usia sekolah yang sudah berpengalaman bertahun-tahun dan banyak prestasi. Peminat yang rumahnya berjarak jauh dengan sekolah, namun tidak akan lolos karena banyak para pendaftar lain dengan segala cara ini menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.

Apalagi gelontoran dana sekolah semakin meningkat untuk memfasilitasi sarana dan prasarana sekolah di sekolah negeri tersebut, termasuk fasilitas kelas yang ber-AC dan orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar seperti di sekolah swasta.

Peluang pasar dari aparatur pun terbuka antara penawaran dan permintaan, antusiasme pendaftar yang tinggi sebagai pasar permintaan berbanding dengan ketersediaan bangku belajar yang sedikit sebagai penawaran.

Peluang ini tentu akan menjadi peluang bagi para aparatur sekolah yang berotak bodoh, culas, licik dan serakah bermental koruptif untuk memanfaatkannya.

Harga tiap bangku sekolah pun diperjual-belikan dengan cara memanipulasi jarak rumah dan sekolah karena sistem akan membuang nama pendaftar yang jarak lokasi rumahnya jauh dari sekolah. Berbagai modus pun segala cara dikerahkan untuk memanipulasi sistem, tentunya dengan cara berlindung peraturan sistem yang membuat orang awam akan garuk-garuk kepala mencari celah kesalahan sistem.

Sekolah Mahal

Bila tidak mampu maka calon pendaftar akan terbuang dan terpaksa memilih sekolah swasta sebagai alternatif. Sekolah swasta akan menawarka beragam pilihan dan tentunya dengan prinsip ada harga ada kualitas.

Mau menyekolahkan anak ke sekolah swasta abal-abal maka pilihan akan menjadi pilihan karena alasan biaya yang  terjangkau oleh orang tua. Mau menyekolahkan anak ke sekolah swasta yang dianggap baik dan unggul, maka orang tua harus siap mengeluarkan biaya yang besar.

Kendati pemerintah menggelontokan juga Biaya Operasional Sekolah (BOS) ke sekolah swasta, ini tidak menjamin sekolah swasta untuk menurunkan tarif. Hal ini mengingat sekolah swasta harus pula membiayai dirinya sendiri dan tidak bisa bergantung dari dana BOS.

Sumber pendanaan sekolah swasta mau tidak mau dan suka tidak suka bergantung dari sumbangan siswa. Selain bantuan dari pemerintah yang selalu gemuk dari tahun ke tahun.

Lalu bagaimana dengan sekolah negeri?

Tidak ada makan siang yang gratis.

Berbagai pungutan-pungutan selama bersekolah di sekolah negeri tentu akan menjadi sumber-sumber bisnis terselebung. Mulai dari beli seragam, buku-buku pelajaran penunjang, kegiatan jalan-jalan sampai jual kertas ulangan akan selalu mengatasnamakan kegiatan belajar-mengajar.

Bisa jadi biaya pendidikan di sekolah negeri dan swasta juga akan sama mengeluarkan biaya yang besar selama tahun ajaran.

Lalu bagaimana dengan si miskin?

Selamat!!! Si miskin akan mendapatkan tetesan-tetesan embun dari gelontoran anggaran negara tahun 2023 yang sekitar 600 triliun rupiah itu. Jangan pernah si miskin bermimpi mendapatkan akses pendidikan yang terbaik.

Ini yang disebut dalam ajaran neo libelalisme sebagai Tricle down effect, Efek Menetes Ke Bawah.[]

Berita Terkait