KBMTV ID

Kenalkan Konsep Tak Hanya Rumus, Jika Ingin Anak Gemar Matematika

matematika
Webinar New Normal New Math yang digelar oleh Curious Math, Sabtu (5/9/2020).

Theja Kurniawan Kepala Sekolah SMA Santa Laurensia yang juga pernah menjadi guru dan staf ahli matematika mengatakan, matematika merupakan sebuah kendaraan untuk mengembangkan kompetensi intelektual seseorang.

“Bukan fokus pada matematika, matematika hanya tool,” paparnya dalam webinar New Normal New Math yang digelar oleh Curious Math, Sabtu (5/9/2020).

Curious Math merupakan lembaga pembelajaran matematika yang tak hanya fokus pada soal dan rumus, namun membimbing anak memahami konsep-konsep matematika.

Pasalnya, jelas Theja, matematika bukanlah tentang rumus, melainkan sebuah konsep yang mengajarkan anak banyak hal untuk bisa memenuhi kompetensi yang dibutuhkan di era yang semakin maju.

Di abad ke-21, lembaga pendidikan dunia bahkan menyebut 4C sebagai skill atau kemampuan yang perlu dimiliki anak-anak agar bisa bersaing yaitu critical thinking and problem solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), creativity (kreativitas), communication skills (kemampuan berkomunikasi), dan collaboration (kemampuan untuk bekerja sama).

“Tidak ada calculation. Calculation akan digantikan dengan AI,” terang Theja.

Di era teknologi yang semakin maju, artificial intelligence (AI) yang semakin berkembang, membuat sejumlah pekerjaan yang tadinya dikerjakan oleh manusia kini mulai tergantikan oleh mesin.

Salah satu contoh kecil ialah aplikasi bertema smart camera calculator. Melalui aplikasi tersebut, soal-soal aritmatika dasar, persamaan kuadrat dan perhitungan kompleks lainnya bisa diselesaikan.

Bahkan, mampu memberikan sejumlah alternatif rumus untuk mengerjakannya. Sekali potret soal, jawaban langsung didapat.

Pertanyaannya, saat hampir semua kalkulasi bisa dilakukan oleh mesin, apakah anak masih perlu pelajaran matematika?

Era Berpikir Kritis

Swafford & Findell (Eds) 2001 menyebut, matematika yang dibutuhkan oleh anak-anak saat ini, tidaklah sama dengan matematika yang orangtuanya atau kakek neneknya pelajari.

Pendidikan zaman dahulu, lanjut Theja, dibuat mengikuti kebutuhan industri pada masa itu. Itu mengapa sekolah dibangun seperti pabrik, karena revolusi industri membutuhkan orang dengan kemampuan yang sama atau standar.

Kini, anak-anak hidup di era di mana critical thinking (berpikir kritis) sangat diperlukan. Sehingga matematika tidak bisa diajarkan hanya dalam bentuk kalkulasi.

Theja pun mengapresiasi langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang menghapus UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

Menyesuaikan Perkembangan

Menurutnya, AKM sendiri mengacu pada standar penilaian global PISA dan TIMMS, di mana anak dilatih untuk mengerti konsep problem solving dari matematika, tidak hanya kalkulasi.

Sehingga, jelas dia, saat anak disuguhkan matematika dalam soal cerita atau soal-soal dengan gaya berbeda, maka ia bisa menyelesaikannya.

Dengan begitu, saat anak melihat soal baru, ia tak akan menjadi takut, melainkan bisa mengembangkan pemikirannya.

Theja pun mendorong guru dan orangtua untuk beradaptasi dan mengikuti perkembangan zaman, agar anak-anak tak tertinggal di arus global.

“Bukan pelajarannya yang salah, kita hanya berada di kolam yang belum adjust (menyesuaikan) dengan perkembangan. Kolam telah berubah, sehingga kita juga mesti berubah mengikuti perkembangan,” paparnya.

Sumber: Kompas.com

Berita Terkait