BAB 1
Rekayasa Kecelakaan
Kota metropolis Tamba sedang terik dan berdebu di musim kemarau itu.
Yuda Tan memandangi lalu lalang kendaraan yang melintas di jalan raya, kepalanya mumet tujuh keliling.
“Biaya operasi ibumu sebesar 60 juta rupiah, cepat selesaikan uang jaminannya, jika tidak ibu mu tidak akan selamat hari ini.”
Pikiran Yuda Tan mengigat kembali usahanya untuk meminjam uang kepada beberapa orang.
“Apa? Pinjam uang 60 juta, apa kamu gila, terakhir kali kamu pinjam 5 juta belum dibayar, sekarang mau pinjam 60 juta?”
“Tidak bisa! Tidak ada uang! Lagipula apa hubungannya dengan ku dengan ibumu mau meninggal atau tidak?”
Ibu Yuda kondisinya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit, pihak rumah sakit memutuskan untuk melakukan operasi dengan biaya 60 juta rupiah. Dia sudah berusaha mencari uang sebanyak itu dengan segala upaya, bahkan sampai pinjaman online pun tidak membuahka hasil.
“Satu-satunya cara adaalah mencari uang sendiri untuk biaya operasi, biar bagaimana pun, biar harus bertentangan dengan hati harus didapatkan uang itu. Nanti saya akan mengembalikannya kalau saya punya uang.”
Pandangannya mengarah ke mobil-mobil yang melintas di jalan jalan raya, uang 60 juta bukan jumlah uang yang sedikit. Tidak bisa mencari mobil biasa-biasa saja.
Di jalan sebuah mobil Maserati merah marun melaju dengan kecepatan lambat.
“Itu dia sasarannya!”
Secepat kilat Yuda dengan cepat mengambil langkah cepat menuju ke arah Masereti.
Yuda sering menonton cerita-cerita sinetron televisi negeri Konoha, dan hapal modus penipuan yang berpura-pura kecelakaan. Saat pengemudi kaget melihat orang di depan mobil, ia pasti akan menginjak rem. Ketika mobil sudah berhenti maka ia akan langsung berbaring di depan mobil berpura-pura menjadi korban, lalu meminta sejumlah uang ganti rugi.
Celakanya, Yuda tidak menyangka reaksi pengemudi Maserati. Si pengemudi seorang gadis yang sangat cantik dan reaksinya tidak seperti adegan cerita sinetron di negeri Konoha.
Ketika si gadis pengemudi melihat Yuda yang tiba-tiba muncul di depan Maserati, reaksinya malah berteriak ketakuan. Si gadis menjerit dan kedua tangannya melepas kemudi untuk menutup matanya, sedangkan kakinya malah menginjak pedal gas dan tidak menginjak rem.
Melihat Maserati melaju bertambah cepat ke arahnya, Yuda tidak punya waktu lagi untuk menghindar.
Bruaakkk!
Benturan keras melempar tubuh Yuda Tan puluhan meter jauhnya, tubuhnya melayang seperti layang-layang yang talinya putus.
Tulang-tulangnya langsung patah, dan dari mulutnya memuntahkan banyak darah akibat luka dalam.
“Aku gagal mendapatkan uang,” ujar Yuda Tan dalam hati sebelum dia akhirnya pingsan.
Orang-orang langsung berdatangan ketika melihat kejadian kecelakaan, untuk memuaskan rasa penasaran mereka melihat apa yang terjadi pada Yuda Tan.
Mereka datang mendekat, tapi tidak ada orang yang memperhatikan cipratan darah dari mulutnya yang mengenai liontin kristal yang tergantung dilehernya. Tetasan darah langsung terserap liontin kristal dan hilang tidak berbekas dalam sekejap.
Liontin kristal ini adalah satu-satunya benda milik Yuda Tan, ketika ibu Sulastri mengangkatnya sebagai anak angkat.
Dalam keadaan tidak sadar itu, Yuda Tan merasakan kehangatan di dadanya dan tidak lama ia merasakan seperti ada ledakan di dalam benaknya.
“Yuda Tan, terimalah warisan Perguruan Leluhur Abadi!”
Di dalam lautan kesadarannya, seorang kakek tua berjanggut dan rambut putih berpakain lurik biru muncul.
“Aku Brahma Tan, memberikan kepadamu warisan Perguruan Leluhur Abadi. Mulai saat ini kamu harus mematahui aturan perguruan aku. Ilmu ini untuk membela keadilan dan mengamalkannya untuk membantu dunia.”
Tak lama kemudian, otak Yuda Tan menerima informasi yang luar biasa banyaknya dan terintegrasi ke dalam pikiran. Informasi teknik bela diri, teknik medis dan pengobatan, teknis pemurnian senjata dan penempaan, peramuan obat-obatan dan kimia farmasi, serta keterampilan dan pengetahuan lainnya.
Berbagai informasi yang berasal dari warisan Perguruan Leluhur Abadi menyatu dalam ingatan Yuda Tan, seolah semua menjadi miliknya yang sudah dibawa sejak lahir.
Sementara itu, saat bersamaan liontin kristal yang menggantung di lehernya, sebagai satu-satunya benda yang ia miliki sejak menjadi anak angkat Sulastri sebagai ibu angkatnya, perlahan berubah menjadi serpihan cahaya bening dengan sekejap mata menelusup masuk ke dalam tubuhnya.
Aliran udara panas itu, setelah masuk ke dalam tubuh, meresap degan cepat menguatkan tubuh, tulang, otot dan jaringan syaraf Yuda Tan. Luka parah yang ia derita akibat ditabrak mobil mulai beregenarasi memperbaiki satu per satu.
Perasaan sangat nyaman menghinggapi tubuh Yuda Tan, hingga membuatnya tertidur.
Beberapa waktu kemudian, Yuda Tan membuka matanya perlahan dan kembali merasakan kesadaran untuk melihat ruangan yang serba putih.
Ia kini sedang berada di bangsal rumah sakit.
Apa ini mimpi? Apa yang terjadi?
Segera saja tangan Yuda Tan meraba dadanya untuk menemukan liontin kristal, namun ia hanya mendapati tali merah tak ada liontin kristal. Liontin kristalnya sudah menghilang.
Yuda Tan sudah menyadari bahwa dirinya baru saja mengalami luka-luka berat akibat tertabrak Maserati Anehnya, ia kini tidak merasakan sakit sama sekalli. Malah ia merasakan kondisi sekujur tubuhnya lebih baik dari sebelumnya, kekuatan serat otot dan kebugaran tubuhnya lebih bertenaga.
Ia juga sekarang merasakan pemikiran di dalam otaknya penuh dengn berbagai pengetahuan, keterampilan medis, keterampilan ramuan obat, dan keterampilan seni bela diri, penempaan besi dan baja. Kecerdasannya meningkat ratusan kali lipat.
Ini membuktikan Yuda Tan telah menerima sepenuhnya warisan dari Perguruan Leluhur Abadi secara ajaib.
“Kamu sudah sadar?”
Suara lembut dari sosok wajah cantik muncul dihadapannya.
Sosok cantik itu memiliki rambut panjang yang menjuntai di bahunya, pipinya yang begitu halus hingga tidak ada kekurangan yang bisa ditemukan. Tampak jelas sosok anggunnya yang melengkung ke depan dan ke belakang, dia sungguh cantik yang ekstrim.
Melihat wajah secantik itu, Yuda tak bisa menahan diri untuk tidak kaget, belum pernah seumur hidupnya melihat secara langsug wanita yang secantik artis-artis yang ada di Konoha.
“Maafkan aku. Maafkan aku… Aku tidak sengaja menabrak kamu, aku baru punya SIM dan belum begitu mahir mengemudi,” kata wanita cantik itu.
“Kenalkan, namaku Kiki.”
Akhirnya Yuda Kun baru ingat bahwa gadis yang di depannya adalah orang yang mengemudikan mobil Maserati.
Memperhtikan wajah gadis cantik itu, Yuda sama sekali tidak marah dan menyalahkan kepadanya. Biar bagaimana pun dialah yang pada awalnya ingin menipu dengan berpura-pura sebagai korban tertabrak mobil.
Justru Yuda Tan malah bersyukur, kalau tidak bertemu dengan pengemudi ini, ia tidak akan menerima warisan dari Perguruan Leluhur Abadi.
Melihat Yuda Tan hanya diam saja, Kiki pun melanjutkan kata-katanya.
“Jangan khawatir, aku akan terima jika kamu mau memukul. Aku juga akan bertanggung jawab untuk biaya pengobatan selama di rumah sakit sampai kamu benar-benar sembuh,” lanjutnya dengan raut memelas.
Yuda Tan memandangi gadis di hadapannya, ia memperhatikan raut aura gadis kaya itu dan merasakan wanita cantik ini tidak memiliki sifat angkuh.
“Terima kasih, aku akan baik-baik saja,” Yuda Tan menganggukan kepalanya.
“Aku kemarin sangat ketakutan. Aku menabrak kamu dengan keras sekali,” balas Kiki terenyuh.
“Dokter bilang, kamu mengalami geger otak dan mengalami koma.”
Ini keajaiban.
“Mobil saya pun masih berada di bengkel dan harus diperbaiki total, tapi kamu sepertinya tidak mengalami luka yang berarti setelah tertabrak dengan keras. Sungguh tidak masuk akal.”
Yuda Tan kaget mendengar dirinya mengalami koma, dan ia pun bertanya dengan penasaran.
“Sudah berapa lama aku koma?”
Kiki menjawab, “Awalnya dokter mengatakan kamu baru akan pulih dari koma perlu 24 jam, tapi ini baru setengah hari.”
“Setengah hari?”
Yuda Tan segera bangkit duduk, ia teringat ibunya masih sekarat di rumah sakit dan tidak mungkin bisa berlama-lama lagi untuk menyelamatkan nyawa ibunya.
Sekarang dia telah mewarisi ilmu Perguruan Leluhur Abadi, dalam hal keterampilan medis tidak ada orang lain di dunia ini yang lebih hebat darinya. Ia tidak lagi membutuhkan dokter utuk melakukan operasi, karena dirinya mampu menyembuhkan penyakit ibunya.
Yuda Tan dengan cepat meraih tangan Kiki dan bertanya kepadanya, “Dimana ini?”
Kiki tentu saja sangat kaget dan lupa untuk menepis tangan Yuda, dan reflek Kiki berkata, “Ini Rumah Sakit Umum Daerah Tamba.”
Yuda Tan berpikir cepat, Rumah Sakit Umum Pusat Tamba jaraknya agak jauh, tak mau membuang tempo, Yuda Tan segera bangkit dari tempat tidur, setelah selesai memakai sepatunya ia langsung pergi keluar.
“Hei, kamu mau ke mana? Dokter menyuruh kamu beristirahat dengan baik…” seringai Kiki.
“Aku baik-baik saja, permisi, aku harus segera ke rumah sakit pusat Bekehuni.”
Tak ingin buang waktu lagi, dalam sekejap ia sudah meninggalkan Rumah Sakit Umum Daerah Tamba, dan langsung berlari menuju Rumah Sakit Umum Pusat Tamba.
Matanya yang sekarang lebih tajam, melihat sebuah toko rampah-rempah Konoha. Dia langsung membeli satu set jarum perak.
Sementara di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RSUP Tamba, ibu angkat Yuda Tan, terlihat Ibu Sulastri sudah terbujur kaku.
Dokter Kangdu Kun yang merawatnya melihat peralatan di samping tempat tidur, terlihat sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan.
“Pasien Ibu Sulastri sudah tidak ada, catat waktu kematiannya,” kata dokter Kangdu Kun kepada perawat yang menjadi asistennya.
Di bangsal UGD RSUP Tamba, dokter yang merawat Sulastri memeriksa ke kelopak matanya, lalu melihat instrumen di samping tempat tidur, dan berkata kepada perawat, “Orang itu pasti sudah meninggal dunia, mari kita lanjutkan ke langkah berikutnya.”
“Baik dokter,” kata seorang perawat yang segera menutup sekujur tubuh Sulastri dengan selimut putih.
Kangdu Kun yang menjabat sebagai kepala dokter menghela nafasnya.
“Almarhum berasal dari keluarga tidak mampu, sangat disayangkan nyawanya tidak tertolong. Pasien tidak punya kartu jaminan kesehatan, lagipula jaminan kesehatan negeri Konoha tidak menjamin biaya operasi,” kata dokter Kangdu Kun penuh penyesalan.
“Jika saja keluarganya mampu membiayai sendiri sebesar 60 juta rupiah, aku akan melakukan semua kemampuannya untuk melakukan operasi dan ada harapan untuk bertahan hidup. Sayang, peraturan tetap saja peraturan,” ujarnya lirih.
“Berhenti, apa yang akan kamu lakukan?”
Yuda Tan masuk ke bangsal dengan tergesa, ketika melihat ibunya sudah berbaring tertutup kain putih.
“Pasien Ibu Sulastri sudah meninggal dunia,” ucap dokter Kangdu Kun dengan penuh penyesalan.
“Omong kosong, ibuku belum mati!”
Sekarang Yuda Tan sudah memiliki warisan Perguruan Leluhur Abadi, kemampuan medisnya mampu melihat dan mendiagnosa kondisi ibu Sulastri hanya dengan sekali pandang. Ia menyimpulkan kondisi ibu Sulastri dalam keadaan mati suri dan belum benar-benar mati.
Yuda langsung melangkah maju mendekati Sulastri. Satu set jarum perak ia keluarkan dari saku dan langsung menusuk dengan cepat ke tubuh Sulastri.
Ia tak punya waktu untuk berbasa-basi menjelaskan kepada orang lain tentang apa yang akan ia lakukan.