KBMTV ID

MUI Jelaskan Fatwa Salam Lintas Agama

Penetapan Hasil Ijtima Ulama MUI di Bangka Belitung (Kamis, 30/5/2024) Foto: MUI

KBMTV.ID | Fatwa larangan salam lintas agama sebagaimana hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan toleransi tetap memiliki batasan.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Arif Fahrudin menjelaskan, fatwa itu bukan terkait dalam lingkup toleransi.

Menurut Arif, dalam sunnatullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan praktik ulama salafus salihin, toleransi tetap memiliki batasan.

“Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi. Hal yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah akidah dan ritual keagamaan (sinkretisme/talfiq al-adyan), sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah akidah dan muamalah,” kata Arif yang dikutip dari situs resmi MUI, Minggu (2/6/2024).

Arif melanjutkan, dalam hal muamalah dan relasi sosial-budaya, toleransi Rasulullah SAW kepada umat beragama lain sangat penting untuk diteladani oleh umat Islam.

Terkait muslim yang menjadi pejabat pemerintahan atau pejabat publik saat menyampaikan sambutannya di acara pemerintahan dianjurkan bisa menjalankan fatwa hasil Ijtima Ulama tersebut.

“Pejabat juga diharapkan menggunakan redaksi salam nasional agar semua pihak terangkum di dalamnya,” kata Arif.

“jika hal di atas tidak memungkinkan, maka pejabat publik atau pejabat di pemerintahan juga mendapat alasan syar’i (udzur syar’i) dengan syarat tidak diniatkan sebagai bentuk sinkretisme ibadah,” ujar Arif.

MUI telah memutuskan fatwa Mui terkait larangan mengucapkan salam lintas agama bukan merupakan perwujudan dari toleransi, pada forum yang berlangsung di Bangka Belitung, Kamis  (30/5/2024).

Fiqih Salam

Adapun penjelasan terkait Fikih Salam Lintas Agama, adalah sebagai berikut.

  1. Penggabungan ajaran berbagai agama termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.
  2. Dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.
  3. Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.
  4. Pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.
  5. Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum dan/atau salam nasional atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.

Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin membukat acara Ijtima Ulama yang diharidi oleh 645 peserta.

Adapun  654 peserta tersebut dari unsur pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam Tingkat Pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas Syariah perguruan tinggi ke-Islaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau.

Selain Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin,  hadir memberikan materi pengayaan dalam  tema pembahasan Ijtima antara lain Ketua BAZNAS Prof Noor Ahmad, Kepala BPKH Fadlul Imansya. Sedangkan unsur pemerintah,  Dirjen Pengelolaan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama RI Prof Hilman Latief, Staf Ahli Menteri Luar Negeri RI Bidang Hubungan Antar Lembaga Muhsin Syihab, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 KH Jusuf Kalla serta Ketua Umum KADIN Arsjad Rasjid.[]