KBMTV.ID | Pungutan iuran Tapera jika para pengemudi ojek online (Ojol) ikut diterapkan, bisa menyiksa para pengemudi.
Ketua Asosiasi Driver Ojol Taha Syafariel menolak keras rencana pungutan iuran Tapera.
“Pengemudi berbasis aplikasi ini benar-benar jadi jenis masyarakat yang tersiksa dan dimarjinalisasi,” kata Taha saat mengutip dari Tempo pada Ahad, (2/6/2024).
Taha menuturkan, daripada memungut iuran dari ojol, lebih baik pemerintah mengakui para pekerja ini sebagai kelompok yang bisa dilindungi dalam UU Ketenaga kerjaan.
Menurut Taha, saat ini para pengemudi ojol tidak mendapatan perlakuan yang layak, seperti tunjungan hari raya (THR), dan tidak memiliki perjanjian yang jelas.
“Tentu menolak Tapera, sebelum status hukum ketenagakerjaan kami disahkan,” kata dia.
Sebelumnya Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dikabarkan sedang menyusun regulasi teknis pengaturan tentang ojol.
“Memang saat ini kami Kementerian Ketenagakerjaan sedang menyusun regulasi teknis dalam bentuk Permenaker mengenai pengaturan tentang ojol,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Jumat (31/5/2024).
Indah, mengatakan kementeriannya belum bisa memastikan apakah pekerja ojol bakal masuk kriteria peserta dari program Tapera.
Mengutangi Penghasilan
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, juga menolak PP Tapera. Dia menyebut aturan itu akan membebani pekerja angkutan online seperti ojek, taksi, dan kurir.
“SPAI menolak Tapera karena potongan sebesar 3 persen dari upah sangat memberatkan pekerja angkutan online seperti taksol, ojol dan kurir di tengah kenaikan harga barang-barang,” kata Lily di kutip dari Tempo pada Senin (3/6/2024).
Lily menilai pungutan itu sama dengan mengurangi penghasilan para pekerja, apalagi belakangan sedang menurun. Dia menyebut para pekerja angkutan online telah mendapat potongan dalam skema kemitraan aplikasi sebesar 30 hingga 70 persen.
“Dengan hubungan kemitraan, aplikator telah semena-mena melakukan potongan. Itu pun sudah melanggar batas aturan maksimal potongan 20 persen yang diatur pemerintah,” kata Lily.
Kondisi pekerja saat ini, kata dia, telah merugi dan tak boleh terbebani pungutan Tapera. Semestinya, menurut Lily, pemerintah menyubsidi pengemudi ojek online dan menjamin perlindungan sosial meliputi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan secara gratis. Bahkan lebih penting lagi, pemerintah mengakui pengemudi angkutan online sebagai pekerja tetap sesuai UU Ketenagakerjaan. “Kami menuntut agar kami tidak dibebani potongan Tapera,” kata dia. []