KBMTV ID

Kesepakatan Laut China Selatan, China-Indonesia Menuai Kontroversi

Klaim tumpang tindih China di Laut China Selatan | Foto: Kementerian ESDM.

KBMTV.ID | Klaim tumpang tindih di Laut China Selatan dalam pernyataan bersama yang saling menguntungkan antara Indonesia dan China malah menuai kontroversi.

Dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Cina menemui Presiden Xi Jinping di Beijing pada Sabtu (09/11/2024), kedua negara telah menyepakati untuk kerjasama yang saling menguntungkan.

Kerjasama berdasarkan prinsip-prinsip yang telah disepakati untuk menangani klaim tumpang tindih.

Kedua negara juga menyepakati pembentukan komite bersama untuk meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan berdasarkan prinsip-prinsip yang telah disepakati untuk menangani klaim tumpang tindih.

Selanjutnya, pernyataan bersama antara Indonesia dan Cina, menyatakan pemerintah China menyatakan siap bernegosiasi dengan Indonesia terkait klaim-klaim tumpang tindih kemaritiman.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jiang, menekankan Laut China Selatan ditetapkan berdasarkan sejarah yang panjang dan konsisten dengan hukum dan praktik internasional.

“Sejak 1948, pemerintah China secara resmi telah mengumumkan garis putus-putus dan menegaskan kembali kedaulatan dan hak-haknya di Laut China Selatan,” ujar Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (11/11).

Klaim Laut China Selatan

Peneliti International Institute for Strategic Studies (IISS), Evan A Laksmana, menilai pernyataan bersama tersebut sebagai kemunduran.

Evan mengingatkan, posisi Indonesia selama ini tidak mengakui tumpang tindih klaim dengan China di Laut China Selatan.

Dengan kata lain, menurutnya, kalimat “tumpang tindih klaim laut” pada pernyataan bersama tadi dapat dimaknai Indonesia secara implisit mengakui klaim China.

“Negosiasi adalah sesuatu yang selalu dihindari Kementerian Luar Negeri selama dua-tiga dekade terakhir,” ujar Evan melansir dari BBC News Indonesia pada Selasa (12/11).

“Karena kalau kita negosiasi, artinya kita mengakui ada dasar negosiasi, yaitu ada dispute (perselisihan),” kata Evan.

Ia menambahkan, walau Kementerian Luar Negeri Indonesia merilis pernyataan lanjutan bahwa Indonesia tetap tidak mengakui klaim sembilan garis putus-putus China, hal itu tidak menghindarkan konsekuensi dari pernyataan bersama Indonesia-China.

“Apapun pernyataan lanjutan dari Kemenlu, sudah keluar bahwa ada dokumen joint statement (pernyataan bersama) yang menyatakan overlapping claims (tumpang tindih klaim),” ujarnya.

Evan juga mengingatkan,  pernyataan bersama Indonesia-China baru dirilis Kementerian Luar Negeri sekitar 36-48 jam setelah China mempublikasikannya. []

Berita Terkait