Ombudsman Jatim Ungkap Modus Pungutan di Sekolah Negeri

Pungli
Ombudsman Jatim ungkap berbagai pungutan di sekolah negeri dengan modus sumbangan | Foto: Ilustrasi

KBMTV.ID | Ombudsman Jawa Timur menungkap berbagai praktek untuk meperkaya diri sendiri para pemangku pendidikan yang melanggar administrasi.

Bentuknya adalah sejumlah sekolah negeri di Jawa Timur diduga masih memberlakukan pungutan kepada wali murid.

Pelanggaran ini diduga dilakukan secara masif melalui sejumlah modus permintaan.

Biasanya, pungutan terjadi pasca pelaksanaan masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau kini disebut Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB).

“Untuk sektor pendidikan, substansi laporan tertinggi adalah seputar pungutan. Berikutnya adalah dugaan pelanggaran dalam penerimaan murid jalur zonasi (kini disebut domisili),” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin, Selasa (20/5/2025).

Ombudsman mencatat bahwa pungutan di lembaga pendidikan negeri menjadi substansi laporan yang paling dominan, dikutip suryamalang.com, Rabu (21/5/2025).

Kendati pemerintah telah tegas melarang pungutan kepada wali murid melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Pemangku sekolah masih tetap membandel untuk menggalang uang dari wali murid dengan modus melalui sumbangan.

Agus menuturkan, ada tiga perbedaan substansi dari penggalangan dana melalui pungutan.

Pungutan biasanya menyebut nominal minimal, batas waktu setoran diberikan, dan jenis sanksi yang mengikat bagi yang tak memberikan, sedangkan sumbangan bersifat sebaliknya.

“Yang terjadi selama ini pungutan tapi dibungkus dalam bentuk sumbangan,” ujar Agus.

Ia menjelaskan bahwa aturan di atas menegaskan pungutan tidak boleh dilakukan kepada peserta didik, orang tua, atau wali murid.

Sekolah hanya bisa menerima sumbangan yang bersifat pilihan alias opsional.

“Pungutan juga tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik. Ini aturannya jelas,” tegas Agus.

Agus menuturkan, laporan pungutan dengan terlapor sekolah negeri (SD hingga SMA Negeri) yang diadukan ke Ombudsman RI Jawa Timur hampir selalu ada setiap bulan.

Tim pemeriksa biasanya minta agar sekolah mengubah pungutan menjadi sumbangan, dengan cara sekolah mendistribusikan kuisioner berisi pilihan boleh tidaknya menyetor uang ke sekolah.

Berbagai bentuk dugaan pungutan kepada wali murid biasanya bersamaan dengan PPDB/SPMB.

Partisipasi masyarakat kerap muncul dalam bentuk berupa; Uang Pembelian Map dan Formulir Pendaftaran, Uang Pendaftaran Masuk, Uang Test Kemampuan Tertentu (Psikotest, Kesehatan, dll), Uang Bangku/Kursi (Waiting List), hingga Uang Pembangunan/Sumbangan Pengembangan Institusi

Ada juga permintaan untuk Uang Infaq Untuk Pengembangan Institusi, Uang Pembelian (bahan) Seragam, Batik, hingga Baju Olahraga, Uang Pembelian Buku, LKS, Uang SPP, hingga Uang Pembayaran ekstra Kurikuler.

Sekolah juga meminta wali murid untuk Les, Praktikum, Uang Makan Minum, Uang Komite Sekolah, Uang Study Tour, Uang Kebersihan dan Keamanan, Uang Ujian, Uang Pendaftaran Ulang (pada saat kenaikan kelas) dan Uang Wisuda (Kelulusan).

Agus mengungkapkan, permintaan yang diisi norma pewajiban memiliki konsekuensi hukum yang melekat atau bisa dilekati di dalamnya.

Pemahaman pihak sekolah yang masih beragam, antara partisipasi yang boleh dan yang tidak boleh, menjadi pintu masuk suburnya sumbangan yang berbau pungutan.

Ketidaktegasan Pemda menegakkan aturan Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 juga menjadi pemicu maraknya pungutan ‘liar’ di sekolah negeri.

Hal ini karena tidak adanya produk hukum yang dikeluarkan Pemda (entah Perda, Pergub, Perwali, dan Perbup) yang menerjemahkan lebih detail tentang larangan pungutan beserta sanksi.

Akibatnya sekolah melihat celah kekosongan hukum tersebut sebagai cara untu modus memungut biaya kepada siswa.

“Sehingga, pihak sekolah dan komite bebas menerjemahkan apa itu pungutan dan kemudian dikemas menjadi sumbangan,” jelas Agus.

Di Jawa Tmur, misalnya, ada Pergub No. 8/2023 yang menjadi dasar bahwa penggalangan dana harus melalui komite sekolah.

“Tapi tidak diikuti aturan berisi larangan melakukan pungutan. Sekolah memang tidak memungut. Ini sesuai Pergub tersebut. Tetapi model penggalangan dananya dibebaskan. Dan, yang terjadi komite acapkali justru menghalalkan pungutan,” ujarnya.

Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya memastikan SD/SMP negeri di Kota Pahlawan tidak menarik biaya dari wali murid. Bagi sekolah yang melanggar, maka bisa berujung sanksi.

Apalagi, setiap tahunnya Pemkot mengalokasikan anggaran cukup besar untuk pendidikan yang mencapai Rp2,588 triliun atau sekitar 20,96 persen dari total APBD tahun 2025 (Rp12,3 triliun).

Berbagai bentuk modus pungutan sekolah negeri kepada Wali Murid dengan alibi sumbangan sebagai berikut.

– Uang Pembelian Map dan Formulir Pendaftaran

– Uang Pendaftaran Masuk

– Uang Test Kemampuan Tertentu (Psikotest, Kesehatan, dll)

– Uang Bangku/Kursi (Waiting List)

– Uang Pembangunan/Sumbangan Pengembangan Institusi

– Uang Infaq

– Uang Pembelian (bahan) Seragam, Batik, hingga Baju Olahraga

– Uang Pembelian Buku, LKS

– Uang SPP

– Uang Pembayaran ekstra Kurikuler.

– Uang Les dan Praktikum

– Uang Makan Minum

– Uang Komite Sekolah

– Uang Study Tour

– Uang Kebersihan dan Keamanan

– Uang Ujian

– Uang Pendaftaran Ulang (pada saat kenaikan kelas)

– Uang Wisuda (Kelulusan).

Berita Terkait

KBMTV

FREE
VIEW