KBMTV.ID | Presiden Prabowo telah memerintahkan bantuan beras 10 kg kepada Kepala Badan Pangan Nasional (BAPANAS) selama Januari hingga Februari 2025.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo mengatakan hal tersebut, dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan, yang digelar di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Kendati demikian jumlah penerima manfaatnya berupa beras sebanyak 10 kg, turun menjadi 16 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dari sebelumnya 22 juta KPM.
“Bantuan pangan di bulan Januari dan Februari ini sudah diperintahkan juga oleh Pak Presiden (Prabowo) kemarin, bahwa Badan Pangan Nasional akan menugaskan Bulog untuk menjalankan bantuan pangan beras untuk 16 juta PBP (Penerima Bantuan Pangan) sebanyak 10 kg,” ujar Arief Prasetyo dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan ada beberapa pertimbangan yang membuat penerima bantuan beras 10 kg turun. Pertama, karena jumlah penduduk miskin yang turun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mencatat, jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 25,22 juta orang. Jumlah itu menurun 0,68 juta orang dibanding Maret 2023 dan turun 1,14 juta orang dibanding September 2022.
Kedua, penyaluran bantuan beras 10 kg pada tahun depan akan menggunakan basis data desil 1 dan 2 plus lansia tunggal dan perempuan KK (Kepala Keluarga) miskin. Jumlah data tersebut dalam P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) sebanyak 14 juta.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyebut bantuan pangan akan menyasar masyarakat yang berada di kelompok desil 1 hingga desil 4. Kelompok desil 1 dan desil 2 adalah golongan yang paling membutuhkan.
Sebagai informasi, Desil 1 merupakan rumah tangga yang masuk dalam kelompok 1-10 persen dan merupakan tingkat paling rendah kesejahteraannya secara nasional. Sedangkan Desil 2 merupakan rumah tangga yang masuk dalam kelompok 11-20 persen terendah tingkat kesejahteraannya secara nasional.
Secara umum, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan yang menyasar enam aspek, di antaranya rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.
Stimulus ini merupakan bagian dari penetapan tarif PPN 12 persen yang mulai berlaku 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.
Untuk rumah tangga diberikan bantuan pangan, PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk tiga komoditas, dan diskon listrik 50 persen. Untuk pekerja, Pemerintah memperkuat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Untuk UMKM, diberlakukan perpanjangan masa berlaku insentif pajak penghasilan (PPh) 0,5 persen bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
Sedangkan industri padat karya, diberikan insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.
Kemudian mobil listrik dan hibrida, Pemerintah menawarkan insentif PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Sedangkan untuk properti, Pemerintah bakal melanjutkan insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.[]